KAJIAN
METODE KRITIK MATAN HADITS
Rizka
Hidayatul Umami
Email:
rizka_umami@yahoo.co.id
ABSTRAK
Posisi hadits
sebagai sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al Qur’an menjadikan hadits
sebagai sesuatu yang wajib dikaji. Kajian mengenai hadits sendiri tidak hanya
menyangkut sejarahnya saja, akan tetapi yang lebih penting ialah justru pada
masalah matan hadits tersebut. Namun Teks (matan) hadits yang bertebaran dalam
kitab-kitab hadits tidak semuanya shahih dan aman untuk dikonsumsi oleh umat
Islam. Hadits sendiri dilihat dari aspek kualitas dan kuantitas pastilah
memiliki kritik-kritik tertentu dari para ulama yang mengkajinya. Dengan
demikian, para mujtahid dapat menentukan dan menetapkan bahwa martabat hadits
adalah hasil dari ijtihad. Pada
akhirnya memahami persoalan hadist dari segala sisinya menjadi penting untuk
dilakukan. Kritik terhadap matan hadits sendiri bertujuan untuk mengecek
sekaligus menguji kebenaran dan ke shahihan suatu hadits.
Kata kunci: hadits,
kritik matan, metode kritik
PENDAHULUAN
Hadits bagi umat Islam adalah sumber
hukum yang menempati urutan kedua setelah Al Qur’an. Selain memiliki
keterkaitan dan keharusan mentaati Rasulullah SAW, hadits juga berfungsi
sebagai bayan (penjelas) bagi
ungkapan-ungkapan Al Qur’an. Kebutuhan
umat Islam akan hadits terpusat pada substansi doktrinal yang tersusun secara
verbal dalam teks-teks (redaksi) matan hadits. Susunan kalimat pada matan
hadits cenderung beragam tidak terkecuali hadits qauli. Materi-materi yang terdapat dalam matan suatu hadits terbentuk dari elemen substansi ajaran yang
mampu dipersepsikan oleh perawi dan selanjutnya diekspresikan kembali dengan
elemen lafal (redaksi) hadits. Kadar akurasi susunan kalimat dalam matan hadits
sangat dipengaruhi oleh faktor daya ingat, ketepatan persepsi, dan keterampilan
para perawi dalam mengekspresikannya dengan bahasa tutur masing-masing.[1]
Pelaksanaan kritik terhadap matan hadits
pada tataran teori mudah mencapai persamaan pendapat, seperti halnya parameter
guna menduga kepalsuan hadits. Namun dalam penerapannya, banyak sekali
kejanggalan dan perbedaan dalam hasil penilaian suatu matan. Dari pengamatan
yang dilakukan, dimensi kritik matan hadits sangat bervariasi, karena kadar
akurasi penelitian tidak hanya ditentukan oleh tolok ukur yang
dioperasionalkan, akan tetapi lebih pada ketepatan aplikasi metodologisnya.
Pecihitam.org |
Latar Belakang
Pentingnya Kritik Matan Hadits
Kritik matan hadits sebenarnya bukanlah
hal yang baru. Sejak masa Nabi Muhammad SAW sebenarnya kritik terhadap matan
hadits sudah dilakukan meskipun dalam pengertian yang sangat sederhana.[2] Dari
rangkaian langkah metodologis setiap unit matan hadits dapat diperoleh kategori
doktrin yang berkaitan dengan dasar fundamental ajaran Islam atau hanya sekedar
acuan teknis yang fleksibel dan praktis. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi
pembangkit kesadaran untuk melakukan kegiatan penelitian hadits, khususnya pada
bagian penelitian matan hadits yaitu:[3]
1. MotivasiAgama;
terkait dengan posisi hadits yang menjadi sumber hukum kedua setelah Al Qur’an.
2. Motivasi
Kesejarahan (Historis); pendapat kesejarahan ini mencakup alasan bahwa
kodifikasi bnayak yang dipalsukan, dan proses kodifikasi hadits terjadi dalam
jangka waktu yang cukup lama.
3. Keterbatasan
Hadits Mutawattir; sosialisasi hadits yang menempuh media dari mulut ke mulut
ditekan oleh kebijakan pengetatan riwayat oleh Khulafaur Rasyidin, oleh karena
itu tebaran hadits yang mutawatir menjadi sangat minim.
4. Bias
Penyaduran Ungkapan Hadits; kondisi keragaman ungkapan, sinonim, kata
pembanding dan sebagainya tak terelakkan karena muncul atas inisiatif
perorangan.
5. Teknik
Pengeditan Hadits; teknik pengeditan elemen non-hadits perlu diteliliti secara
mendalam karena bisa jadi terdapat
pemrakarsa penyatuan elemen non-hadits dari orang-orang yang tidak
termasuk tsiqoh.
6. Kesahihan
Sanad tidak Berkolerasi dengan Kesahihan Matan; penelitian ulang membuktikan
bahwa hadits yang terlanjur dipercaya kesahihannya, ternyata dikemudian hari
ditemukan turun derajatnya menjadi hadits yang dha’if.
7. Sebaran
Tema dan Perpaduan Konsep; referensi untuk mendukung sebuah tema keagamaan
tidak akan cukup jika hanya diambil atau berasal dari hadits tunggal, maka
butuh beberapa hadits yang memiliki pola dan tema yang sama.
8. Upaya
Penerapan Konsep Doktrinal Hadits; meskipun ungkapan hadits sudah banyak yang
menawarkan matan yang jelas, namun masih ada saja yang abstrak, maka diperlukan
pemahaman mulai dari pemaknaan lughawi, gramatikal, makna sintaksis, dan makna
yang kontekstual.[4]
Tata Cara Kritik Matan
Hadits
Menurut Syuhudi Ismail metodologi kritik
matan hadits dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Meneliti
matan dengan melihat kualitas sanad; masalah shahih atau tidaknya suatu hadits
sangat bergantung pada terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat kesahihan hadits
tersebut.[5]
2. Meneliti
susunan matan yang semakna; meskipun terjadi perbedaan lafadz yang tidak
mengakibatkan perubahan makna, asalkan sanadnya sama-sama shahih, maka tetap
dapat ditolerir.
3. Meneliti
kandungan makna; apabila terdapat matan lain yang memiliki topik yang sama maka
yang harus diteliti terlebih dahulu adalah sanad hadits tersebut. Apabila telah
diketahui bahwa sanadnya adalah sanad yang shahih, barulah kegiatan meneliti
kandungan makna pada matan hadits dilakukan.[6]
Asas Forma Metodologi
Kritik Matan
Ketika
memulai untuk melakukan kegiatan penelitian matan hadits, maka terdapat
beberapa hal yang ternyata cukup fundamental dan penting untuk dikemukakan,
yaitu:[7]
1. Objek
forma penelitian matan; adapun objek forma penelitian matan hadits mencakup
tiga hal yaitu uji ketetapan nisbah (asosiasi)
ungkapan matan, uji validitas komposisi dan struktur bahasa pengantar matan
atau uji teks redaksi, serta uji taraf koherensi konsep ajaran yang terkandung
dalam formula matan hadits.
2. Potensi
bahasa pengantar matan; komposisi bahasa teks matan bisa terbentuk melalui
teknik perekaman dan penguasaan inti konsep dan formula redaksi matan, yang
mana kedua cara tersebut merupakan peran kreativitas para perawi hadits.
3. Hipotesa
dalam penelitian matan; dengan menggunakan dasar keragaman dalam memperlakukan
hadits, dapat diambil persepsi bahwa dalan meneliti suatu matan hadits, tidak
cukup jika hanya menggunakan mutu sanad.
4. Status
marfu’ dan ma’uqufnya hadits; dengan menggunakan beberapa indikator, maka dapat
diambil hasil matan hadits yang bernuansa nubuah dan yang cenderung hasil dari
ijtihad para mujtahid.
PENUTUP
Kritik hadits sejak awal memang telah
dilakukan untuk melindungi eksistensinya sebagai sumber hukum yang kedua
setelah Al Qur’an.[8]
Kritik teks matan hadits mengarah pada seleksi kualitas ungkapan yang dipandang
representatif dan mempertahankan keshahihan makna dan keutuhan kehendak. Kritik
matan hadits diberlakukan karena tidak ada jaminan bahwa kualitas yang baik
pada sanad sanggup menentukan baiknya kualitas matan hadits tersebut.
Pentingnya kritik matan hadits pada masa sekarang ini sebenarnya juga merupakan
tuntutan hadits secara keseluruhan.[9]
Matan hadits yang telah terdokumentasi
memang telah diwarnai oleh perbedaan redaksional, beda asosiasi dalam hak
sumbernya, berbeda dalam format penyajiannya, dan lain sebagainya. Metode untuk
menguji kebenaran teks matan hadits sendiri ditempuh dengan cara takhrij dan mengarah pada perbandingan
antar teks dalam kitab-kitab yang berbeda. Kemudian yang terakhir ialah
orientasi kritik matan hadits terpusat pada uji kebenaran informasi yang sesuai
dengan hal-hal pendukung dan fakta-fakta sejarah mengenai hadits.
DAFTAR RUJUKAN
Abbas,
Hasyim. 2004. Kritik Matan Hadis.
Yogyakarta: TERAS.
Abdurrahman,
M, Elan Sumarna. 2013. Metode Kritik
Hadis. Bandung:
PT
REMAJA ROSDAKARYA.
Sumbulah,
Umi. 2010. Kajian Kritis Ilmu Hadis.
Malang: UIN MALIKI
PRESS
(Anggota IKAPI).
[1] Ali
Mustafa Ya’qub, Kritik Matan Hadis,
(Yogyakarta: Teras, 2004), cet. 1, hlm. 2
[2] Umi
Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits,
(Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 187
[3] Ali
Mustafa Ya’qub, Kritik Matan Hadis
..., hlm. 17
[4] Ali
Mustafa Ya’qub, Kritik Matan Hadis
..., hlm. 21
[5] M.
Abdurrahman, Elan Sumarna, Metode Kritik
Hadits, (Bandung: PT. Remaja Rosdaria, 2013), cet. II, hlm. 99
[6] Umi
Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits
..., hlm. 188
[7] Ali
Mustafa Ya’qub, Kritik Matan Hadis
..., hlm. 57
[8] Umi
Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits
..., hlm. 195
[9] Ali
Mustafa Ya’qub, Kritik Matan Hadis
..., hlm. 163
0 Comments