Kemarin, tepatnya hari senin tanggal 25 Mei 2015, aku memulai hari dengan sedikit "malas". Tahulah, karena sakit masih dengan nyamannya hinggap di tubuhku. Tapi aku harus bangun, ada tumpukan tugas kuliah yang melambai-lambai meminta untuk kukerjakan dengan segera. Akhirnya kuniatkan untuk pergi menuju ke tumpukan buku-buku yang ada di kampus. Ya mana lagi kalau bukan perpus. Hanya di situ setidaknya ada beragam macam buku yang bisa dijadikan referensi makalah mahasiswa. Biarpun, banyak yang mengeluh dengan kurangnya koleksi buku di perpus kampus, tapi ya setidaknya masih ada.
Ah, bukan itu yang sebenarnya ingin aku ceritakan. Kembali lagi pada "malas"nya seninku. Kurang lebih 2 jam aku berkutat dengan rak-rak buku di perpus demi mencari referensi untuk tugas salah satu mata kuliah. Mungkin kali ini aku termasuk anak yang rajin (karena mau ke perpus). Setelah ku dapat apa yang kubutuhkan, akhirnya aku duduk dengan manis di sisi pojok perpus. Dan sedihnya, aku sendirian di ruangan itu, seperti mayat hidup penunggu perpus kampus.
Waktu menunjukkan pukul 10:30, tentu saja aku mengakhiri pergolakan batin karena terpaksa membaca buku-buku tebal itu. Aku membawa 2 buku untuk kupinjam. Lalu dengan langkah yang sangat ringan, aku meninggalkan kampusku tercinta. Di tengah perjalanan, hal yang kutakutkan terjadi. Perutku yang belum sempat ku nafkahi akhirnya mengalami kontraksi, alias lapar. Mau tidak mau, akupun mampir ke salah satu warung di samping asrama tempatku tinggal. Warung yang paling murah diantara yang lain, sangat cocok dengan kantong mahasiswa. Saking tuanya si penjual, anak-anak thailand sering menyebutnya "warung buk jawa".
Aku memesan menu sederhana yang tentu disukai semua kalangan, baik muda maupun tua, yakni nasi pecel. Dengan harga 2500, 1 piring penuh nasi dan pecelnya telah kudapatkan. Kunikmati sesuap demi sesuap. Lalu tiba-tiba aku merindukan sesuatu. Seperti ada yang kurang saat itu, begitu menyesakkan. Ingin ku ungkapkan pada sang ibu, namun aku gengsi. Aku begitu dan benar-benar merindukannya. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku katakan pada sang ibu.
"buk, ada kopi hitam?" tanyaku dengan sedikit malu. Ibu itu pun tersenyum lalu menjawab dengan tenangnya, "ya ada, tapi brontoseno mbak, mau?". Belum sempat ku jawab ibu warung itu berkata lagi, "ya nggak apa-apa kalau seneng kopi mbak, saya buatkan." dengan meringis malu, akupun dengan segera meng-iyakan. Tak berselang lama, akhirnya segelas kecil kopi telah ada di depanku. Hati ini, ah... terasa berbunga-bunga. Malu dan gengsiku lenyap seketika. Tanpa berucap apapun, ku seduh sedikit demi sedikit, ku nikmati aroma yang begitu kurindukan sedari pagi. Akhirnya kencan pertamaku di hari senin kemarin terberkati. Kencan romantisku dengan segelas kopi.
TA, 26 Mei 2015, 16:48
#Morfo_Biru
#Morfo_Biru
0 Comments