RUANG
LINGKUP PEMBAHASAN ILMU AKHLAK
Makalah Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Kuliah
Akhlak tasawuf
Dosen Pembimbing:
Ahmad
Sauqi, S.Ag, M.Pd.I.
Disusun Oleh :
1.
Muhammad Priyo Budi Utomo (1731143034)
2.
Rizka Hidayatul Umami (1731143040)
3.
Sundari (1731143047)
Fakultas Ushuluddin
Jurusan Studi Ilmu Al Qur’an dan
Tafsir (IAT)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
DESEMBER
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam Islam
dikatakan bahwa akhlak sangat berperan penting dalam tercapainya suatu
kebahagiaan baik antara manusia dengan Alloh SWT maupun antara manusia dengan
sesamanya. Akhlak yang baik akan tercermin melalui pikiran dan tingkah laku
yang baik. Timbulnya kesadaran akhlak untuk mencapai kebahagiaan menjadi
penentu corak hidup manusia. Dalam hal ini etika, moral dan susila menjadi
penting dipelajari sebagai pola tindakan yang didasarkan pada nilai kebaikan.
Dalam makalah
ini kami akan mencoba menguraikan dan menjelaskan tentang pengertian etika,
moral, susila, dan akhlak ditinjau dari beberapa sumber, menjabarkan tentang
hubungan antara etika, moral, susila dan akhlak, fungsi dan manfaat ilmu akhlak
dalam kehidupan manusia, serta objek yang menjadi kajian dalam ilmu akhlak.
Belajar Giat |
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah pengertian dari moral, etika,
susila, dan akhlak ?
2.
Bagaimana hubungan antara etika, moral,
susila dan akhlak ?
3.
Apakah fungsi dan manfaat ilmu akhlak
bagi kehidupan manusia ?
4.
Apakah yang menjadi objek kajian ilmu
akhlak ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk menguraikan pengertian dari etika,
moral, susila, dan akhlak.
2.
Untuk menjelaskan hubungan antara etika,
moral, susila, dan akhlak.
3.
Untuk menjelaskan fungsi dan manfaat
ilmu akhlak bagi kehidupan manusia.
4.
Untuk menjelaskan objek kajian dalam
ilmu akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etika, Moral, Susila, dan Akhlak
Etika
Dari segi etimologi,
etika berasal dari bahasa Yunani Ethos
yang berarti adat atau watak kesusilaan[1]. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas
moral (akhlak). Dari segi terminologi, etika diuraikan secara berbeda oleh
beberapa sumber. Menurut Ahmad Amin etika ialah ilmu yang menjelaskan arti baik
dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan
tujuan yang harus dituju dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang ingin
manusia itu perbuat. Pengertian lain disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara,
menurut beliau etika adalah ilmu yang mempelajari tentang kebaikan dan
keburukan didalam keseluruhan hidup manusia, terutama mengenai gerak-gerik
pikiran dan rasa yang dapat merupakan perbuatan. Dari penjelasan beberapa tokoh
tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan etika ialah suatu tatanan
perilaku berdasarkan sistem tata nilai sekelompok masyarakat tertentu yang
dapat berubah tatanannya sesuai perkembangan zaman.
Konsep etika bersifat
humanistis yang artinya kemanusiaan dan anthropocentris yaitu berpusat pada
manusia, dengan kata lain etika adalah aturan atau polah tingkah laku yang
dihasilkan oleh akal manusia. Komponen yang terdapat dalam etika meliputi 4 hal[2] :
1.
Objek yaitu berupa segala perbuatan
manusia
2.
Sumber yang berasal dari pemikiran atau
filsafat. Karena bersumber dari pemikiran, maka etika tidaklah bersifat mutlak,
absolut, bahkan universal. Etika dapat berubah, terbatas, dan memiliki
kekurangan.
3.
Fungsi etika sebagai penilai perbuatan
manusia. Dapat dikatakan bahwa etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap
beberapa perilaku manusia. Etika mengacu pada pengkajian sistem nilai-nilai
yang ada.
4.
Sifat yang berubah-ubah sesuai tuntutan zaman.
Moral
Secara etimologi,
moral berasal dari bahasa Latin Mores,
bentuk jamak dari kata Mos yang
berarti tabi’at, adat atau kebiasaan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia moral diartikan sebagai penentu baik buruk terhadap perbuatan atau
kelakuan manusia. Secara terminologi moral adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau
perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.[3] Dalam
buku The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English dikemukakan bahwa ada
beberapa pengertian moral, yaitu prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar
salah dan baik buruk, kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah,
serta ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.[4] Acuan
dalam moral adalah sistem nilai hidup yang diberlakukan ditengah masyarakat.
Secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan ketentuan baik dan buruk,
benar dan salah, atau sebagai nilai dan sistem hidup yang diberlakukan oleh
masyarakat serta diyakini akan menimbulkan kedamaian dan ketentraman. Dikatakan
bahwa seseorang yang memiliki tingkah laku baik artinya orang tersebut
bermoral. Dalam perkembangannya istilah moral sering didahului oleh kata
kesadaran, sehingga muncul istilah baru berupa kesadaran moral. Orang yang
memiliki kesadaran moral akan senantiasa jujur, meskipun tidak ada yang
melihatnya. Ketika seseorang telah memiliki kesadaran moral yang mendarah
daging dalam dirinya, maka orang tersebut akan dengan mudah melakukan perbuatan
tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari orang lain.
Susila
Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Su
yang berarti baik, dan sila yang artinya dasar, prinsip, norma, atau peraturan
hidup. Kata susila juga dapat diartikan sopan, beradab, dan baik budi bahasa. Dalam
penerapannya kata susila kemudian dipakai untuk orang-orang yang berlaku baik
(orang susila), sementara a-susila adalah orang-orang yang berkelakuan buruk.[5] Secara
terminologi susila mengandung arti aturan-aturan hidup yang baik. susila
biasanya bersumber pada adat istiadat yang berkembang di masyarakat setempat
tentang suatu perbuatan itu tabu atau tidak tabu, layak atau tidak layak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa susila merujuk pada arti perilaku yang
baik yang dilakukan oleh seseorang. Kesusilaan yang artinya sama dengan
kesopanan, memiliki titik acuan yang lebih pada upaya mengarahkan, membimbing,
membiasakan, memandu, dan memasyarakatkan hidup sesuai dengan nilai-nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan senantiasa menggambarkan
keadaan dimana masyarakat selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
Akhlak
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arab
yaitu isim masdar (bentuk infinitif)
dari kata ﺍﺨﻠﻖ-ﻴﺨﻠﻖ-ﺍﺨﻼﻗﺎ yang artinya
perangai, watak, kebiasaan, atau peradaban yang baik.[6] Secara
terminologi, pengertian akhlak dijelaskan oleh beberapa tokoh. Menurut Ibnu
Maskawaih definisi akhlak yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong
untuk melakukan perbuatan tanpa mempertimbangkan atau memikirkannya. Sedangkan
definisi akhlak menurut Imam Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menumbuhkan perbuatan-perbuatan mudah tanpa perlu adanya pertimbangan atau
pemikiran.[7]
Akhlak dapat dibedakan menjadi dua yaitu akhlak
mahmudah dan akhlak madzmumah. Akhlak mahmudah ialah segala bentuk perbuatan
atau tingkah laku yang terpuji dan biasa dinamakan fadlilah (kelebihan).
Sedangkan akhlak madzmumah ialah segala perbuatan atau tingkah laku yang
tercela atau jahat (qabihah). Menurut imam Al Ghazali akhlak madzmumah disebut
juga “muhlikat” yaitu segala sesuatu yang membinasakan atau yang mencelakakan.[8]
B.
Hubungan
antara Etika, Moral, Susila, dan Akhlak
Ditinjau dari fungsi
dan perannya, etika, moral, susila, dan akhlak memiliki obyek yang sama yaitu
sama-sama membahas tentang perbuatan manusia, menghendaki atau menentukan hukum
baik dan buruk dari setiap perbuatan yang dilakukannya. Ke empatnya menghendaki
adanya masyarakat yang damai, teratur, dan berbudi pekerti yang luhur sehingga
tercipta masyarakat madani yaitu masyarakat yang sejahtera lahiriyah dan
batiniyah.[9] Etika,
moral, susila berasal dari rasio dan budaya masyarakat yang selektif diakui
sebagai yang bermanfaat dan baik bagi keberlangsungan hidup bermasyarakat.
C.
Fungsi
dan Manfaat Akhlak Bagi Kehidupan
Manusia yang merupakan
makhluk sosial pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri atau memenuhi
kebutuhannya sendiri. Manusia yang satu dengan yang lain pastilah saling
membutuhkan baik dalam hal materi maupun dalam hal lain. Sejatinya semua
manusia memiliki persamaan dihadapan Alloh, yang membedakan antara manusia yang
satu dan yang lain adalah dari tingkat ketaqwaannya. Dalam prakteknya, manusia
senantiasa berusaha membangun keakraban dengan sesamanya dan proses yang
melatar belakangi hal tersebut adalah ajaran akhlak.
Berkenaan dengan manfaat mempelajari
ilmu akhlak, Ahmad Amin mengatakan bahwa:
“tujuan mempelajari akhlak dan
permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya
sebagai yang baik dan sebagian lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil
termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk buruk, membayar hutang termasuk
baik, sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.”[10]
Dari uraian diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat dari mempelajari ilmu akhlak adalah memberikan
pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau
yang buruk. Selain itu menurut Mustofa Zahri, menyatakan bahwa akhlak dapat
membersihkan kalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah agar hati menjadi bersih.
D.
Obyek
Kajian Ilmu Akhlak
Objek kajian ilmu
akhlak menurut Ahmad Amin adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya
perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.[11] Menurut
Al Ghazali kawasan pembahasan ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan
manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok. Dalam masyarakat
barat, akhlak sering diidentikkan sebagai etika, walaupun pengidentikkan ini
tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikkan etika dengan akhlak
mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat
manusia.[12]
Namun perlu dijelaskan,
yang dijadikan objek kajian ilmu akhlak disini adalah perbuatan yang memiliki
ciri-ciri dimana perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya
mendarah daging dan telah dilakukan secara berangsung-angsur dan terus menerus
sehingga menjadi tradisi dalam kehidupan. Perbuatan atau tingkah laku yang
tidak memiliki ciri-ciri tersebut, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang
dijadikan objek kajian ilmu akhlak.[13]
Dalam hasil uraian diatas dapat diambil
pengertian tentang ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak yaitu suatu ilmu yang
membahas tentang segala sesuatu perbuatan yang terpuji atau perbuatan yang baik
misalnya menghormati orang yang lebih tua dari dirinya dan menyayangi yang
lebih muda dari dirinya, dan masih banyak.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kata akhlak diartikan sebagai budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Akhlak adalah hal yang melekat
dalam jiwa, dan dari kebiasaan itu akan timbul perbuatan-perbuatan yang mudah
tanpa dipikirkan oleh manusia.
2.
Antara akhlak, etika, moral, dan susila
sebenarnya memiliki persamaan dalam cakupannya, yang membedakan hanyalah jika
etika berasal dari akal pikiran, moral dan susila sama-sama bersumber dari adat
kebiasaan masyarakat, sementara akhlak lebih luas digunakan sebagai sumber
tolok ukur dalam menilai sesuatu.
3.
Objek kajian Ilmu Akhlak meliputi segala
perbuatan manusia
4.
Ilmu akhlak sebagai pedoman atau
penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Dengan
mempelajari etika, moral, dan susila, maka secara tidak langsung seseorang
telah melengkapi dirinya dalam memperdalam ilmu akhlak. Karena antara etika, moral,
susila, dan akhlak saling berkaitan satu dengan yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Ahmad. 1995. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang
Nata, Abdulloh. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.
Cet. II.
[1]
http://oktaviawardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html.23/09/2014.15:09
[2] Prof. Dr. Ahmad Amin. Etika-Ilmu Akhlak (Bulan Bintang: 1995,
cet.VIII, hlm.3)
[4] H. Abudin Nata. Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Pers,
1997), cet. II, hlm. 90
[5] H. Abudin Nata. Akhlak Tasawuf ... hlm. 94
[7] H. Abudin Nata. Akhlak Tasawuf ... hlm. 3
[9] H. Abudin Nata. Akhlak Tasawuf ... hlm. 95
[10] H. Abudin Nata. Akhlak Tasawuf ... hlm.14
[12] H. Abudin Nata. Akhlak Tasawuf ... hlm. 10
[13] H. Abudin Nata. Akhlak Tasawuf ... hlm. 10
0 Comments