BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dakwah ibarat lentera kehidupan, yang memberi cahaya dan menerangi
hidup manusia dari nestapa kegelapan. Tatkala manusia di landa kegersangan
spiritual, dengan rapuhnya akhlak, maraknya korupsi, kolusi dan manipulasi, dakwah
diharapkan mampu memberi cahaya terang. Maraknya berbagai pertimpangan,
kerusuhan, kecurangan dan sederet tindakan tercela lainya, disebabakan
terkikisnya nilai-nilai agama dalam diri manusia. Tidak berlebihan jika dakwah
merupakan bagian yang cukup penting bagi umat manusia saat ini. Sebelum
membahas lebih jauh mengenai dakwah, maka dalam makalah kali ini, penulis akan
menguraikan terlebih dahulu mengenai pengertian dakwah yang mencakup fenomena,
tinjauan semantik, definisi dari para ahli, dan juga istilah-istilah yang
sepadan dengan dakwah.
B.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana fenomena
dakwah yang sedang terjadi?
2.
Bagaimana dakwah
ditinjau dari segi semantik?
3.
Bagaimana
definisi dakwah menurut para ahli?
4.
Apa saja istilah
yang semakna dengan dakwah?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan
tentang fenomena dakwah yang sedang terjadi.
2.
Menjelaskan
tentang dakwah ditinjau dari segi semantik.
3.
Menerangkan
tentang definisi dakwah menurut para ahli.
4.
Menguraikan
tentang istilah-istilah yang semakna dengan dakwah.
voxpop Indonesia |
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fenomena
Dakwah
Dalam
kehidupan di tengah masyarakat, sering kali dakwah diartikan hanya seperti
dalam hadis (al-Bukhari, t.t.: VII: 149), ulama sebagai pendakwah menyampaikan
pesanya di hadapan khalayak. Akhirnya, dakwah dipahami sebagai tugas ulama semata.
Bentuk dakwah hanya ceramah agama, dan mitra dakwah selalu terdiri dari banyak
orang. Pemahaman yang tidak tepat ini telah diterima secara umum oleh
masyarakat, sehingga perlu dikemukakan beberapa fenomena dakwah yang lain.[1]
Pada
rentang waktu yang panjang, dakwah merupakan fenomena agama dan sosial, yang
sama tuanya dengan agama Islam. Dakwah juga merupakan suatu yang tanpa akhir (on
going proses). Antara dakwah dan Islam terjadi hubungan dialektis, Islam
tersebar karena dakwah, dan dakwah dilakukan atas dasar tuntunan ajaran Islam. Setidaknya
ada dua hal yang penting dalam hal ini. Pertama, adanya kebenaran yaitu
pesan-pesan nilai hidup dan kehidupan yang selayaknya dimengerti dan diterima,
serta dijadikan dasar kehidupan oleh segenap manusia. Kedua, adanya
keterbukaan, yaitu proses penyerahterimaan dan pengamalan pesan antara da’i
dan mad’u hendaknya terjadi secara manusiawi, berdasarkan atas
rasionalitas tertentu, dan tanpa paksaan. Oleh karena itu perjalanan dakwah
bukan hanya perjalanan yang damai tetapi juga dinamis dan harmonis.
Sebagai
wujud kedinamisan itu, dalam proses yang di tempuhnya, dakwah memiliki kekayaan
nuansa. Hal itu karena dakwah harus berhadapan dengan dinamika kehidupan
manusia di manapun berada. Oleh karena itu, dakwah ”dituntut” mengalami
dinamika secara internal, yang dalam prosesnya terjadi “tarik-ulur” antara
dakwah dengan kondisi masyarakat. Antara “merekayasa” kondisi masyarakat dan
“direkayasa” oleh masyarkat yang di “ciptakannya”.
Perjalanan
dakwah, awalnya diperitahkan, dilaksanakan, dan disebarluaskan. Dakwah kemudian
disadari sebagai kebutuhan, karena searah dengan manfaat dan kegunaan serta
penyelamatan.[2]
Berikutnya, dakwah pun jadi aktivitas disetiap tempat dan waktu tertentu,
menghadapi berbagai situasi, kondisi, dan tantangan zaman.[3] Dakwah
Islam pada dasarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw, namun bentuk dan
cara penyampaiannya berlainan, yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat sekitar. Dakwah dapat dilaksanakan dengan berbagai metode, seperti:
ceramah, diskusi, tanya jawab, keteladanan serta dapat pula dilaksanakan dengan
berbagai media, seperti: seni ketoprak, seni ludruk, seni wayang, seni teater
dan lain-lain.[4]
Dengan
demikian bagi juru dakwah untuk mempermudah menyampaikan dakwah dan juga agar
mudah dipahami oleh sasaran dakwah, maka sebaiknya dakwah dilakukan dengan menggunakan
media yang sudah ada. Hal ini untuk menyesuaikan keadaan masyarakat yang tidak
sama, dimana satu sisi sudah maju dan di sisi lain masih ketinggalan.[5] Oleh
karena itu dalam berdakwah walaupun menggunakan media modern, setidaknya tidak menghilangkan
media tradisional yang masih dapat digunakan dengan baik.
Oleh
karena keadaan lingkungan masing-masing masyarakat itu tidak selalu sama, maka
materi harus bervariasi menyesuaikan keadaan, dimana pelaku dakwah harus
mencari masalah-masalah yang dihadapi, media dan sekaligus memikirkan
pemecahannya yang nantinya menjadi bahan pembicaraan dalam berdakwah. Materi
dakwah adalah ajaran Islam, yang dikenal sebagai ajaran dakwah. Ajaran-ajaran
Islam inilah yang wajib disampaikan kepada umat manusia dan mengajak mereka
agar menerima dan mengikutinya. Diharapkan agar ajaran-ajaran Islam benar-benar
diketahui, dipahami, dihayati, dan diamalkan, sehingga mereka hidup dan berada dalam
kehidupan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam.
B.
Tinjauan
Semantik Dakwah
Dari
segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa arab dengan mengakar pada kata da’a,
yad’u, da’watan, yang berarti ajakan, seruan, undangan, dan panggilan.
Sedangkan dakwah ditinjau dari segi istilah mengandung pengertian menyeru untuk
mengikuti sesuatu dengan cara dan tujuan tertentu.[6]
Dalam buku Ilmu Dakwah karya Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M. Ag, menyebutkan bahwa
ada sekiranya sepuluh macam makna dakwah dalam Al-Qur’an. Kesepuluh makna itu
ialah dakwah semakna dengan menyeru atau mengajak, do’a, mendakwa atau
menganggap tidak baik, mengadu, memanggil atau panggilan, meminta, mengundang,
Malaikat Israfil sebagai penyeru, panggilan nama atau gelar, serta anak angkat.
Penelusuran
makna dakwah yang diambilkan dari al-Qur’an pada dasarnya merupakan cara kajian
semantik. Selain itu penelusuran juga menujukkan bahwa masing-masing makna yang
disebutkan membutuhkan objek dan sasaran dakwah. Sebagai suatu kesatuan, dalam
perkembangannya dakwah memiliki tiga komponen, yakni pelaku dakwah (pendakwah),
mitra dakwah (sasaran dakwah), dan pesan dakwah.[7]
Ketiga komponen ini sangat berkaitan satu sama lain, sehingga tidak mungkin
dapat dihapuskan salah satunya.
C.
Definisi
Dakwah Menurut Ahli
Secara umum, dakwah dapat diartikan sebagai ajakan atau seruan kepada hal
yang baik, bersifat progresif sehingga akan terus menuju kepada hal yang baik,
serta memiliki ide dinamis yang mampu berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.[8]
Sejalan dengan berkembangnya fenomena dakwah di kalangan masyarakat, didukung
dengan hasil uraian dan tinjauan semantik dakwah, para pakar dakwah pun
memberikan definisi-definisi yang semakin mempertajam pemahaman masya-rakat
mengenai istilah dakwah dalam arti yang luas. Berikut pemaparan beberapa ahli
dakwah terkait dengan definisi dakwah:
Sayyid
Qutb
Sayyid memberikan batasan pada definisi dakwahnya, yakni berupa meng-ajak
atau menyeru kepada orang lain untuk masuk ke dalam agama Allah, bukan untuk
mengikuti da’i atau orang lain dalam suatu kelompok.[9]
Toha
Yahya Omar
Menurut Toha, dalam Islam dakwah diartikan mengajak manusia dengan cara
yang bijaksana menuju pada jalan yang benar. Sedangkan secara umum, dakwah
adalah suatu ilmu pengetahuan yang memuat cara atau tuntunan tentang bagaimana
menarik perhatian manusia agar menyetujui dan bersedia melaksanakan suatu
ben-tuk ide atau gagasan tertentu.[10]
Abu Bakar Zakaria
Abu mengatakan bahwa dakwah adalah kegiatan para
ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang agama Islam untuk
memberikan atau mengajarkan manusia kepada apa yang baik bagi mereka, dalam
urusan dunia maupun urusan keagamaan yang juga menyangkut akhirat.[11]
Syekh Muhammad al-Ghazali
Dakwah merupakan program sempurna yang menghimpun
segala bentuk pe-ngetahuan yang dibutuhkan oleh manusia, agar dapat memahami
tujuan hidup dan menyelidiki jalan yang mampu mengarahkan menjadi orang yang
mendapatkan petunjuk.[12]
Al Khuli’i
Dakwah merupakan pemindahan umat dari
satu situasi menuju situasi yang lain.[13]
Ahmad Ghalwasy
Dakwah diibaratkan sebagai pengetahuan yang dapat
memberikan seluruh usaha dalam bermacam-macam bentuk dan mengacu pada upaya penyampaian
ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.[14]
Syekh Ali bin Shalih al-Mursyid
Dakwah adalah suatu sistem yang berfungsi
menjelaskan kebenaran, keba-jikan, dan petunjuk, sekaligus menguak segala
bentuk kebathilan dengan berbagai macam metode dan teknik.[15]
Syekh Adam ‘Abdullah al-Aluri
Syekh Adam menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan dakwah adalah mengarahkan pandangan dan akal manusia kepada
kepercayaan yang berguna dan bermanfaat. Dakwah disini juga berupa kegiatan
mengajak orang lain untuk menyelamatkan dari kesesatan atau bahkan kemaksiatan
yang selalu mengiringi jalan dan berusaha menjatuhkannya.[16]
B.J. Boland
Boland pernah berkomentar mengenai dakwah, “...that
da’wah meant the propagation of Islam not only by preaching and publications, but
also by deeds and activities in all areas of social life, in other words that
da’wah had to be comprehensive islamization of society” (dakwah diartikan
sebagai propaganda Islam yang tidak hanya melalui penyebaran dan publikasi,
namun juga lewat perbuatan dan kegiatan dalam segala bidang kehidupan sosial,
dengan kata lain, dakwah juga harus berupa usaha Islamisasi masyarakat yang
komprehensif).[17]
Keragaman yang dihadirkan dari tiap
definisi menandakan luasnya jang-kauan ilmu dakwah yang dapat diterima oleh
masyarakat. Tidak hanya sebagai pembanding, keberagaman definisi yang
diungkapkan para ahli juga dapat mem-bantu masyarakat menelisik lebih dalam
mengenai makna dan sifat dari dakwah itu sendiri. Dari beberapa definisi yang telah
diuraikan, juga terdapat beberapa aspek yang sama dari masing-masing ahli
dakwah. Salah satunya yakni kata “ajakan” dan “seruan” yang kerap dijadikan
kata kunci dari sebuah definisi dakwah. Disini para ahli lebih menitik beratkan
pemahaman dakwah sebagai suatu praktik keagamaan dan proses peningkatan
kualitas serta mutu iman seseorang, sehingga dakwah lebih dari sekedar konsep
dan teori yang berusaha dikembangkan.[18]
Pemahaman yang nantinya mampu
diambil oleh masyarakat secara umum diharapkan tidak hanya sebatas kesan bahwa
dakwah identik pada ceramah agama atau pengajian saja, akan tetapi masyarakat
mampu memahami dakwah sebagai suatu ilmu yang memiliki seni dan membutuhkan
keterampilan untuk dapat mentransformasikan informasi kepada warga masyarakat.[19]
Pada dasarnya para ahli sepakat bahwa dakwah bersifat persuasif, yakni mampu
mempengaruhi secara perlahan, akan tetapi tidak represif atau menekan dan
memaksa seseorang untuk patuh dan tunduk.[20]
D.
Istilah-istilah
Semakna
Meretas dari beberapa definisi yang telah diungkapkan oleh para ahli, ada
be-berapa istilah yang ternyata memiliki makna sepadan dengan kata dakwah. Sejum-lah
kata yang sepadan dengan dakwah itu juga berasal dari bahasa Arab dan sudah
tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat dari berbagai kalangan.
1.
Tabligh
Makna asal kata Tabligh adalah menyampaikan. Dalam kegiatan dakwah,
tabligh lebih sebagai pengenalan sekaligus penyampaian dasar tentang ajaran
agama Islam. Menurut Amrullah, tabligh adalah suatu bagian dari sistem dakwah
Islam yang berupa usaha penyampaian dan penyiaran pesan Islam baik dengan lisan
maupun tulisan.[21] Sedangkan menurut Abu
al-Fath al-Bayanuni, Tabligh adalah tahapan awal dalam dakwah, selanjutnya
yakni pengajaran dan usaha memper-dalam ajaran Islam, barulah yang terakhir
adalah penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun ciri-ciri Tabligh yaitu bersifat insidental, oral, massal,
seremonial, bahkan kolosal.[22]
Orang yang berkecimpung dalam Tabligh disebut Mubaligh. Dalam bertugas, seorang
mubaligh hendaknya menyampaikan segala informasi yang ia ketahui ten-tang
ajaran Islam secara tepat dan benar, sehingga memudahkan mitra dakwah yang
dalam hal ini adalah warga masyarakat bisa langsung paham dengan apa yang
didakwahkan. Terlepas dari apakah yang disampaikan oleh Mubaligh tersebut
diikuti atau tidak oleh masyarakat.[23]
Dengan kata lain, Mubaligh tidak mentargetkan diri pada ranah afektif dan
behavior (sikap dan perilaku), akan tetapi lebih kepada ranah kognitif yakni
pemahaman dan pemikiran saja.[24]
2.
Nasihat
Menurut Muhammad bin ‘Allan al-Shiddiqi, nasihat berarti menyampaikan
suatu ucapan kepada seseorang untuk memperbaiki kekurangan dan kekeliruan
tingkah lakunya. Dalam konteks dakwah, nasihat lebih bersifat personal,
pribadi, dan empat mata.[25]
Biasanya nasihat dilakukan oleh orang yang sudah saling me-ngenal atau dekat,
jadi kemungkinan untuk menerima pesan yang berupa nasihat tersebut akan lebih
mengena.
Orang yang senang dan mampu memberikan nasihat kepada orang lain disebut
dengan penasihat. Penasihat juga bisa diibaratkan sebagai konselor dalam suatu
bimbingan konseling. Namun terkadang meskipun nasihat sudah diberikan, ada
orang-orang yang enggan untuk menerimanya. Penyebab utama dari keengga-nan itu
tidak lain adalah adanya sifat hasud dan sombong pada diri seseorang.
3.
Tabsyir
dan Tandzir
Kata Tabsyir memiliki pengertian memberikan uraian keagamaan kepada orang
lain yang isinya berupa berita menggembirakan bagi orang yang mendengar-nya.
Sedangkan Tandzir adalah kebalikan daripada Tabsyir, yakni penyampaian uraian
keagamaan yang isinya berupa peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang
melanggar syari’at Allah.[26]
Di dalam al-Qur’an, penyampaian Tabsyir dan Tandzir selalu disebut secara
beriringan dalam bentuk kata sifat. Sebagai contohnya yaitu setelah disebutkan
ayat-ayat tentang kenikmatan serta kebahagiaan yang akan di dapat ketika di
surga, kemudian akan diikuti ayat-ayat tentang beratnya siksaan dan derita yang
akan dialami ketika berada di neraka.
4.
Khotbah
Secara umum kata Khotbah memiliki pengertian pidato atau meminang. Asal
arti katanya berarti bercakap-cakap tentang masalah yang penting. Menurut
Aboebakar Atjeh, Khotbah sebagai dakwah diucapkan dengan lisan pada
upacara-upacara agama.[27]
Jadi makna Khotbah di masa sekarang ini sudah bergeser dari pidato secara umum
menjadi pidato yang sebatas ceramah agama dalam ritual keagamaan saja.
5.
Washiyah
atau Taushiyah
Washiyah memiliki arti perintah atau pesan tentang sesuatu. Sedangkan
kegiatan menyampaikan Washiyah disebut Taushiyah. Kata Washiyah kemudian
ditulis dalam bahasa Indonesia menjadi wasiat.[28]
Dalam konteks dakwah, wasiat adalah berupa pesan moral yang harus dijalankan
oleh penerima wasiat. Dalam sejumlah hadis, Nabi saw kadang memberi wasiat
tanpa diminta oleh seseorang, kadang juga diberikan setelah ada orang yang
memintanya. Dalam beberapa ayat al-Qur’an, wasiat dapat berupa perintah jika
berasal dari Allah.
6.
Tarbiyah
dan Ta’lim
Tarbiyah dan Ta’lim dalam beberapa hal selalu identik dengan dunia
pen-didikan. Sementara pendidikan merupakan transformasi nilai-nilai dari semua
ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang membentuk wawasan, sikap, dan tingkah
laku individu atau masyarakat. Dalam al-Qur’an kata Tarbiyah banyak digunakan
untuk masalah riba yang berarti tambah. Hanya ada dua ayat yang diartikan
pengasuh yaitu dalam surat al-Isra’ ayat 24 tentang kepengasuhan kedua orangtua
dan surat as-Syu’ara ayat 18 tentang kepengasuhan Nabi Musa oleh Fir’aun.[29]
Ta’lim dalam kamus juga berarti pengajaran, pendidikan, dan pemberian
mandat. Pada umumnya Ta’lim diartikan sebagai pengajaran tentang suatu ilmu. Ada
yang menjelaskan Ta’lim sebagai proses pengajaran yang hanya ada pada tingkat
pemahaman, sedangkan Tarbiyah adalah upaya mendorong untuk melaksanakannya.
Dengan demikian pendidikan dan pengajaran dalam Islam merupakan bagian dari
dakwah yang dapat diartikan lebih luas.
7.
Amar
Ma’ruf Nahi Munkar
Kata Ma’ruf adalah lawan dari Munkar, dan hal ini sesuai dengan al-Qur’an
dan akal. Secara bahasa Ma’ruf berasal dari kata ‘arafa yang berarti
mengetahui, dan mengenal. Maka secara umum Ma’ruf merupakan sesuatu yang
dikenal, dimengerti, dipahami, diterima, dan pantas. Sebaliknya, kata Munkar
adalah sesuatu yang dibenci, ditolak, dan tidak pantas. Dengan demikian, ma’ruf
dan munkar lebih mengarah pada norma dan kondisi masyarakat[30]
Dalam kaidah Fiqh disebutkan bahwa
tradisi dapat dijadikan hukum. Apa yang dianggap Ma’ruf oleh sekumpulan
masyarakat, belum tentu Ma’ruf bagi masyarakat lainnya. Namun demikian ukuran
yang diutamakan dalam penilaian tradisi lebih mengarah pada syari’ah. Amar Ma’ruf
Nahi Munkar merupakan kewajiban bagi tiap muslim, sekaligus sebagai identitas seorang
mukmin.[31]
Dikalangan para ahli Fiqh, istilah Amar Ma’ruf Nahi Munkar ini lebih
dikenal dengan nama al-hisbah. Yang dimaksut dengan al-hisbah adalah
memerintahkan kebaikan ketika banyak orang yang meninggalkannya secara
terang-terangan, dan melarang kemungkaran ketika tampak ada yang melanggarnya
secara sengaja.[32]
Dari pemaparan istilah-istilah diatas, pemahaman yang dapat dicapai yakni
bahwa dakwah merupakan suatu proses yang aktif, persuasif, dan komprehensif.
Dengan kata lain, seorang pendakwah haruslah memiliki mitra dakwah yang mampu
saling mendukung dan sama-sama berjuang mendekatkan diri kepada Allah.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian panjang yang terangkum mulai fenomena dakwah sampai kepada
istilah-istilah yang semakna dengan dakwah, penulis dapat menyimpulkan bahwa
yang dimaksut dengan dakwah adalah kegiatan menyampaikan informasi kepada
pendengarnya yang diharapkan bisa diterima sekaligus dikerjakan, yang sifatnya
mengarah pada perbuatan yang lebih baik. dan melalui dakwah diharapkan dapat
menggugah kesadaran dan menggerakkan partisipas khalayak pendengarnya.
Dakwah
Islam pada dasarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw, namun bentuk dan
cara penyampaiannya berlainan, yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat sekitar. Dakwah dapat dilaksanakan dengan berbagai metode, seperti:
ceramah, diskusi, tanya jawab, keteladanan serta dapat pula dilaksanakan dengan
berbagai media.
Keragaman yang dihadirkan dari tiap definisi oleh para ahli menandakan
luasnya jangkauan ilmu dakwah yang dapat diterima oleh masyarakat. Tidak hanya
sebagai pembanding, keberagaman definisi yang diungkapkan para ahli juga dapat
membantu masyarakat menelisik lebih dalam mengenai makna dan sifat dari dakwah
itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Aziz, Moh. 2015. Ilmu Dakwah.
Jakarta: Prenadamedia
Daulay, Hamdan. 2001. Dakwah
ditengah Persoalan Budaya dan Politik. Yogyakarta: Lesfi
Ilaihi, Wahyu. 2010. Komunikasi
Dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya
Kusnawan, Aep. 2009. Dimensi
Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Pajajaran
[1] Moh. Ali
Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenadamedia, 2015), cet. IV, hlm. 2
[2] Aep Kusnawan,
Dimensi Ilmu Dakwah, (Bandung: Widya Pajajaran, 2009), hlm. 2
[3] Ibid,.
[5] Hamdan
Daulay, Dakwah ditengah Persoalan Budaya dan Politik, (Yogyakarta:
Lesfi, 2001), hlm. 4
[6] Aep
Kusnawan dkk, Dimensi Ilmu Dakwah,... hlm. 15
[7] Moh. Ali
Aziz, Ilmu Dakwah,... hlm. 10
[8] Wahyu
Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 17
[9] Ibid,...
hlm. 14
[10] Ibid,...
hlm. 16
[11] Moh.
Ali Aziz, Ilmu Dakwah,... hlm. 11
[12] Ibid,...
hlm. 12
[13] Wahyu
Ilaihi, Komunikasi Dakwah,... hlm. 16
[14] Ibid,.
[15] Moh.
Ali Aziz, Ilmu Dakwah,... hlm. 11
[16] Ibid,...
hlm. 12
[17] Ibid,...
hlm. 16
[18] Ibid,...
hlm. 19
[19] Wahyu
Ilaihi, Komunikasi Dakwah,... hlm. 18
[20] hlm. 18
[21] Ibid,...
hlm. 20
[22] Aep
Kusnawan, Dimensi Ilmu Dakwah,... hlm. 17
[23] Moh.
Ali Aziz, Ilmu Dakwah,... hlm. 22
[24] Ibid,...
hlm. 23
[25] Ibid,...
hlm. 25
[26] Ibid,...
hlm. 28
[27] Ibid,...
hlm. 29
[28] Ibid,...
hlm. 31
[29] Ibid,...
hlm. 34
[30] Ibid,...
hlm. 37
[31] Ibid,...
hlm. 39
[32] Ibid,.
0 Comments