ABSTRAK
Tulisan
ini mencoba untuk mengulas kembali mengenai kontribusi karya-karya
Ranggawarsita dalam perkembangan Sastra Jawa di Indonesia sekaligus mengenal
sosok Ranggawarsito yang sebenarnya lewat biografi singkat yang dipaparkan. Sebagai
seorang pujangga, Ranggawarsita tentunya memiliki karya-karya yang sangat
fenomenal tidak hanya di masa ketika ia berjaya, akan tetapi bisa dilihat
sampai sekarang ini. Karya-karya yang ia hasilkan memiliki kontribusi yang
sangat besar bagi perkembangan sastra Jawa. Tidak hanya dalam hal sebagai
referensi, karya-karya Ranggawarsita juga berkontribusi dalam tolok ukur entah
itu hal keindahan atau tata bahasa yang digunakan bagi karya-karya sastra Jawa
setelahnya. Kesalahan besar bagi kita jika sebagai seorang penduduk pribumi
justru tidak mampu melindungi aset berupa karya-karya besar yang dalam hal ini
adalah sastra.
Kata
kunci: Ranggawarsita, Sastra Jawa, Serat.
Your Say - suara.com |
Selayang Pandang
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya.
Berbagai adat, suku bangsa, ras, agama, dan bahasa tersebar dari Sabang sampai
Merauke. Dengan mengusung Bhineka Tunggal Ika, Indonesia mampu menyatukan
keberagaman budanyanya menjadi satu kesatuan dalam naungan NKRI. Sebagai contoh
kecil adalah adanya beragam bahasa yang mendiami pulau Jawa. Beragam bahasa
yang antara satu dengan yang lain memiliki perbedaan tersebut dapat tetap
menyatu dalam naungan bahasa yang sama yakni bahasa Indonesia.
Disamping menggunakan bahasa Indonesia, ada bahasa
yang mayoritas dipakai oleh orang-orang yang mendiami pulau Jawa yakni bahasa
Jawa. Pengertian dasar dari bahasa Jawa sendiri adalah bahasa yang digunakan
oleh penduduk asli bersuku Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Dialek baku bahasa Jawa yaitu didasarkan pada dialek Jawa Tengah terutama di
daerah Surakarta dan Yogyakarta. Tingkat tutur dalam bahasa Jawa terbagi
menjadi tiga yaitu tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya, dan tingkat tutur
krama. Bahasa Jawa juga memiliki cara tulis tersendiri yang unik dan berbeda
dari yang lain dan sering disebut dengan aksara Jawa. Berangkat dari keunikan yang
tumbuh dalam kebahasaan Jawa pada akhirnya melahirkan sastrawan-sastrawan .
Sastra Jawa memulai sejarahnya pertama kali lewat
penemuan sebuah prasasti yang terdapat di daerah Sukabumi (Sukobumi), Pare,
Jawa Timur. Sastra Jawa juga memiliki beberapa bagian, yakni sastra Jawa kuno,
sastra Jawa tengahan, sastra Jawa baru, dan sastra Jawa modern. Sejalan dengan
perkembangan zaman yang kerap menyisihkan budaya lokal dan memilih berpijak
pada modernitas, menjadikan para penggiat sastra Jawa juga berkurang intensitasnya.
Tidak hanya tergusur oleh budaya barat, penggusuran budaya pun juga di lakukan
oleh anak-anak bangsa Indonesia sendiri. Hal ini pada akhirnya menyebabkan para
penggiat sastra beserta karya-karya besar mereka banyak yang terhapus dari
peradaban.
Adalah Ranggawarsita, salah seorang pujangga asal
Surakarta yang mampu memberikan warna baru pada sastra Jawa. Meskipun sang
pujangga merupakan pujangga penutup, namun masih banyak karya-karya besar sang
pujangga yang berhasil bertahan dalam gerusan zaman. Sampai saat ini, ada
beberapa karya yang masih dijadikan rujukan oleh generasi pengggiat sastra Jawa
dari berbagai usia. Buku-buku karangan sang pujangga juga banyak yang
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dengan cetakan-cetakan baru. Tak heran jika
nama Raden Ngabei diselipkan pada nama Ranggawarsita yang memang sangat
berdedikasi dalam upaya pelestarian budaya Jawa, terutama dalam bidang sastra.
Biografi
Singkat Ranggawarsita
Sebelum membahas lebih
jauh mengenai karya-karya dan kontribusi yang telah diberikan oleh Ranggawarsita
dalam perkembangan sastra Jawa, tentunya mengenal sosok sang pujangga dalam lingkup
biografinya menjadi sangat penting. Ranggawarsita yang bernama asli Bagus
Burhan ini lahir di Kampung Yasadipura Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 15
Maret 1802 atau yang dalam penanggalan Jawa disebutkan yaitu pada tanggal 10
Dulkaidah, tahun Be 1728, pukul 12.00, wuku Sungsang, pada hari Senin Legi.[1] Raden
Ngabehi Ranggawarsita adalah anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai carik (juru tulis) kadipaten Anom yakni
Raden Mas Ngabehi Pajangswara yang merupakan keturunan ke tiga belas Sultan
Adiwijaya dari Kesultanan Pajang, sedangkan sang ibu yakni Raden Ayu
Pajangswara merupakan keturunan ke sepuluh Sultan Trenggono dari Demak.[2]
Kakek dari Ranggawarsita yaitu Yasadipura II ternyata juga merupakan pujangga
utama dalam kasunanan Surakarta.[3]
Semasa muda
Ranggawarsita diasuh oleh Ki Tanujaya yang merupakan orang kepercayaan keluarga
atas anjuran sang kakek. Dari usia empat tahun sampai kira-kira usianya
menginjak dua belas tahun, Ranggawarsita diasuh oleh Ki Tanujaya. Karena pada
masa itu belum ada sekolah formal, maka pendidikan yang diberikan kepada
Ranggawarsita adalah pendidikan nonformal di lingkungan keluarga semacam pondok
pesantren.[4]
Ketika berusia dua belas tahun, Ranggawarsita berguru dan belajar mengaji di
Pondok Pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo milik Kanjeng Kiai Imam
Besari yang merupakan menantu dari Paku Buwana IV.[5]
Ranggawarsita kecil
adalah anak yang sangat sulit dalam mempelajari ilmu agama. Ia sangat malas dan
lebih suka bermain judi atau menyabung ayam. Bahkan setahun tinggal dan belajar
di pesantren tidak lantas menjadikan Ranggawarsita merubah kebiasaan buruknya
itu. Tidak hanya Ranggawarsita yang berperilaku buruk, namun sang pengasuh
yakni Ki Tanujaya juga sering memperlihatkann ilmu-ilmu sihir di depan
santri-santri pondok. Dari beberapa fakta itulah yang pada akhirnya menimbulkan
keprihatinan Kiai Imam Besari dan memutuskan untuk memulangkan Ranggawarsita ke
Solo.[6] Namun
selang beberapa hari, karena tidak kunjung ada kabar dari pihak keluarga
tentang kepulangan Ranggawarsita ke Solo, maka Kiai Imam Besari mengutus
abdinya untuk mencari Ranggawarsita dan mengajaknya kembali ke pondok.[7]
Sekembalinya ke pondok
pesantren, ternyata kenakalan Ranggawarsita tidak berkurang sedikitpun. Hal ini
membuat sang Kiai marah besar kepadanya. Namun akibat kemarahan sang guru
itulah yang justru dapat membuat Rangawarsita sadar akan tingkah polahnya yang
selama ini keliru. Setelah kejadian itu Ranggawarsita seperti mengalami
diseksistensi jiwa yang luar biasa.[8] Ia
menjadi rajin belajar, dan setya tuhu[9]
terhadap sang guru. Ranggawarsita yang pada mulanya sangat malas dalam
belajar ilmu agama, akhirnya juga telah bisa meninggalkan kebiasaankebiasaan
buruknya dan bahkan ia sering berpuasa, bersemedi, dan bertirakat dengan
berbagai macam cara. Ranggawarsita juga sempat menjadi pengurus pesantren dan
sudah menguasai tidak hanya ilmu agama tapi juga ilmu-ilmu yang lain sebelum ia
pulang ke Surakarta.[10]
Tahun demi tahun berlalu dan secara terus-menerus Ranggawarsita mendapatkan
pendidikan lahir batin yang sesuai dengan sifat kodratiyahnya.
Pada tahun 1818 tepatnya tanggal 28 Oktober,
Ranggawarsita diangkat menjadi pegawai kraton dengan jabatan Carik Kliwon di
Kadipaten Anom dengan gelar Rangga
Pujangga Anom dan diambil sebagai cucu angkat Panembahan Buminoto (adik Pakubuwana IV).
Pada tanggal 9 November 1821 Burhan
menikah dengan Raden Ayu Gombak dan ikut mertuanya, yaitu Adipati
Cakradiningrat di Kediri.
Di sana Ranggawarsita merasa jenuh dan memutuskan berkelana ditemani Ki
Tanujoyo. Ranggawarsita berkelana sampai ke desa
Pancak, Tabanan, Bali untuk
mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi
Ki Ajar Sidalaku.[11] Pada
saat usianya 23 tahun, keahlian Ranggawarsita dalam kesusastraan Jawa sudah
terlihat. Dan memasuki usia 25 tahun Ranggawarsita mulai menuliskan
naskah-naskah pepali raja-raja terdahulu.[12]
Kemudian pada saat usianya 30 tahun, Ranggawarsita naik pangkat menjadi Panewu
Carik Kadipaten Anom dengan nama Raden Ngabehi Ranggawarsita yang memiliki
kemampuan terhadap kesusastraan. Ranggawarsita wafat pada tanggal 24 Desember
1873 secara misterius dengan meninggalkan karya terakhirnya yakni serat Sabdajati.[13]
Karya-karya
Ranggawarsita dan Kontribusinya dalam Perkembangan Sastra Jawa di Indonesia
Selain Serat Pepali yang merangkum keseluruhan
pepali raja-raja terdahulu, ada banyak lagi karya-karya besar sang Raden
Ngabehi. Ranggawarsita yang merupakan seorang pujangga istana memiliki tugas
pokok menyusun karya-karya sastra yang ke semua karya tersebut dalam bentuk
tulisan tangan. Untuk memudahkan pemahaman mengenai karya-karya Ranggawarsita,
Mulyanto, dkk (1990) mengadakan pengkategorian secara menyeluruh sebagai
berikut:[14]
1. Karya
Ranggawarsita yang ditulis sendiri, misalnya Serat Pustaka Raja.
2. Karya
yang disalin oleh orang lain, misalnya Serat
Aji Pamasa.
3. Karya
yang disusun bersama orang lain, misalnya Serat
Saridin.
4. Karya
yang diubah bentuknya oleh orang lain, misalnya Serat Jaman Cacad.
5. Karya
yang digubah lagi oleh orang lain, misalnya Pustaka
Raja Purwa.
6. Karya
orang lain yang pernah disalin oleh Ranggawarsita, misalnya Serat Bratayudha.
7. Karya
orang lain yang dilakukan oleh sebagai karya Ranggawarsita, misalnya Kalatidha Piningit, dll.
Mulyanto, dkk juga
mengelompokkan karya-karya Ranggawarsita yang orisinil alias asli berjumlah
kurang lebih 35 serat.[15]
Adapun karya-karya tersebut antara lain Serat
Pustaka raja (berisi silsilah raja-raja, kehidupan sejak zaman nabi Adam
sampai berdirinya kerajaan majapahit), Wirid
Hidayat Jati (memuat delapan syarat untuk dapat menjadi guru ilmu dan
pujangga), Sejarah Pari Sawuli (berisi
tentang pemberian pangkat kepada Ranggawarsita), Serat Aji Darma (berupa biografi Dewi Satati dan kedukaan atas
meninggalnya Pangeran Jayawijaya), Serat
Aji Darma-Aji Nirmala (berisi tentang musyawarah para dewa di pertapaan), Serat Budayana (berisi tentang cerita
Pangeran Endrayana yang pindah ke Widarba), Serat
Cemporet (berupa pendidikan moral), Serat
Darmasarana (berupa pendidikan moral, cerita tentang Parikesit), Serat Joko Lodhang (berisi ramalan jaman
yang akan datang), Serat Jayengbaya (tentang
hakikat seseorang dalam mencari kesempurnaan hidup), Serat Kalatidha (isinya menggambarkan keadaan jaman edan), Serat Paramayoga (menceritakan asal-usul
Tanah Jawa beserta tahun surya) dan masih banyak karya-karya yang lain.[16]
Begitu sulit menghitung
berapa banyak karya sastra yang sudah dibuat oleh Ranggawarsita. Hal ini disebabkan
karena karya-karya Ranggawarsita telah banyak yang tersebar di tangan para
pecinta kepustakaan Jawa, sehingga sudah banyak yang digubah atau ditulis
kembali. Misalnya saja Karkono Partokusumo yang mencatat sebanyak 50 judul
karya Ranggawarsita dalam bukunya Jaman
Edan. Kemudian ada Anjar Any yang menuliskan 56 judul karya Ranggawarsita
dan tiga judul gubahan dari karya orang lain dalam bukunya Raden Ngabehi Ranggawarsita Apa Yang Terjadi?. Dari sinilah mampu
diketahui bahwa Ranggawarsita adalah orang yang hebat dengan kemampuan berkarya
yang tidak bisa diragukan lagi.[17]
Dari
uraian tersebut juga telah diketahui bahwa kontribusi Ranggawarsita dalam
pengembangan sastra Jawa sangat besar. Banyak sastrawan-sastrawan setelahnya
yang menggunakan karya-karya Ranggawarsita sebagai referensi dan tolok ukur
keindahan suatu karya. Ki Padmasusastra (1843-1926) pernah mengatakan bahwa ia
ingin menulis seperti yang dilakukan oleh Ranggawarsita, namun bagaimana pun
dia memaksakan diri, dia tetap tidak sanggup melampaui karya-karya besar
Ranggawarsita. Ada lagi Prof. Dr. Rm Ng Purbacaraka (1880-1960) yang mengatakan
bahwa karya-karya sang pujangga memiliki bahasa yang begitu halus, dan
menandakan bahwa Ranggawarsita adalah orang yang memiliki tingkat kebahasaan
yang mumpuni.[18]
Penutup
Ranggawarsita, salah
seorang pujangga asal Surakarta yang mampu memberikan warna baru pada sastra
Jawa. Meskipun ia merupakan pujangga penutup, namun masih banyak karya-karya
besar sang pujangga yang berhasil bertahan dalam gerusan zaman. Ranggawarsita
yang bernama asli Bagus Burhan ini lahir di Kampung Yasadipura Surakarta, Jawa
Tengah pada tanggal 15 Maret 1802 atau yang dalam penanggalan Jawa disebutkan
yaitu pada tanggal 10 Dulkaidah, tahun Be 1728, pukul 12.00, wuku Sungsang, pada
hari Senin Legi.
Raden Ngabehi
Ranggawarsita adalah anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai carik (juru tulis) kadipaten Anom.
Semasa muda Ranggawarsita adalah anak yang suka menyabung ayam dan berjudi.
Namun kehidupannya berubah akibat kemarahan sang guru yang justru dapat membuat
Rangawarsita sadar akan tingkah polahnya yang selama ini keliru. Lalu Pada
tahun 1818 tepatnya tanggal 28 Oktober,
Ranggawarsita diangkat menjadi pegawai kraton dengan jabatan Carik Kliwon di
Kadipaten Anom dengan gelar Rangga
Pujangga Anom.
Begitu sulit menghitung
berapa banyak karya sastra yang sudah dibuat oleh Ranggawarsita. Hal ini
disebabkan karena karya-karya Ranggawarsita telah banyak yang tersebar di
tangan para pecinta kepustakaan Jawa, Misalnya saja Karkono Partokusumo yang
mencatat sebanyak 50 judul karya Ranggawarsita dan Anjar Any yang menuliskan 56
judul karya Ranggawarsita. Kontribusi Ranggawarsita dalam pengembangan sastra
Jawa sangat besar. Banyak sastrawan-sastrawan setelahnya yang menggunakan
karya-karya Ranggawarsita sebagai referensi dan tolok ukur keindahan suatu
karya bahkan sampai saat sekarang ini.
Daftar
Rujukan
Kamajaya. 1992. (terjemahan) Serat Paramayoga Karanganipun R Ng
Ranggawarsita.
Yogyakarta: Yayasan Centhini.
Widyawati, Wiwin. 2012. Serat Kalatidha Tafsir Sosiologis dan
Filosofis Pujangga
Jawa
terhadap Kondisi Sosial. Yogyakarta: Pura Pustaka
Yogyakarta
http://kotasepapan-pati.blogspot.com/2012/12/kisah-hidup-ronggowarsito.html
diakses tanggal 14 Juni 2015
http://www.indospiritual.com/artikel_mengenal-ronggowarsito-peramal-legendaris-indonesia.html# diakses tanggal 14 Juni 2015
Mahasiswa Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah
IAIN Tulungagung
[1] Wiwin Widyawati, Serat Kalatidha Tafsir Sosiologis dan Filosofis
Pujangga Jawa terhadap Kondisi Sosial, (Yogyakarta: Pura Pustaka
Yogyakarta, 2012), cet. 3, hlm. 11
[2]
Kamajaya, (terjemahan) Serat Paramayoga
Karanganipun R Ng Ranggawarsita, (Yogyakarta: Yayasan Centhini, 1992), hlm.
xii
[3] http://www.indospiritual.com/artikel_mengenal-ronggowarsito-peramal-legendaris-indonesia.html# diakses tanggal 14 Juni 2015
[5]
Kamajaya, (terjemahan) Serat Paramayoga,...
hlm. xiii
[6]
Wiwin Widyawati, Serat Kalatidha,... hlm. 12
[8]
Ibid,... hlm. 13
[9]
Setya tuhu adalah dua kata dalam
bahasa Jawa yang memiliki arti setia dan loyal.
[10]
Kamajaya, (terjemahan) Serat Paramayoga,...
hlm. xiv
[11] http://kotasepapan-pati.blogspot.com/2012/12/kisah-hidup-ronggowarsito.html
diakses tanggal 14 Juni 2015
[13] http://www.indospiritual.com/artikel_mengenal-ronggowarsito-peramal-legendaris-indonesia.html# diakses tanggal 14 Juni 2015
[15]
Ibid,... hlm. 42
[16]
Ibid,... hlm. 45
[17]
Ibid,... hlm. 46
[18]
Kamajaya, (terjemahan) Serat Paramayoga,...
hlm. xix
0 Comments