A. Latar
Belakang
Berangkat dari apa yang sempat diutarakan oleh Manna’
Khalil al-Qattan, bahwa di dalam al-Qur’an terdapat puncak dari fashahah dan
balaghah bahasa Arab, yang mana uslub-uslub di dalamnya merupakan
karakter unik dan tidak akan mungkin dimiliki oleh bahasa selainnya.[1] Maka jika diperhatikan, penafsiran al-Qur’an dalam
setiap periodenya selalu memiliki gaya bahasa khas, yang mencerminkan situasi
pada saat itu sekaligus mengindikasikan adanya pendekatan kebahasaan yang kuat
pada tiap-tiap penafsiran. Hal tersebut lumrah, namun terkadang membuat
sebagian masyarakat –utamanya non Arab, ditambah yang tidak semasa dengan
periode di mana kitab tafsir tersebut lahir, merasa kesulitan dalam memahami
maksud dari tafsir ayat-ayat al-Qur’an, karena terlalu banyak disisipi ilmu
nahwu, balaghah, dan lain sebagainya.
Berkaca dari hal tersebut, salah satu ulama tafsir
kontemporer berusaha memberi sentuhan yang berbeda, yakni dengan menyederhanakan
gaya bahasa dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Ia adalah Ahmad Mustofa
al-Maraghi. Dalam penafsirannya, al-Maraghi berusaha untuk
tidak menggunakan pendekatan yang rumit dan istilah-istilah yang sulit dipahami
awam. Lewat tafsirnya, al-Maraghi justru berusaha memberikan kemudahan kepada
para pembaca yang notabene berasal dari beragam latar belakang untuk memahami
al-Qur’an.
Sebagaimana
tafsir pada umumnya, tentu dalam penulisan Tafsir al-Maraghi terdapat
metode dan corak khusus yang digunakan oleh pengarang. Kaitannya dengan hal
tersebut, untuk dapat lebih mengenal Tafsir al-Maraghi, penulis akan
memaparkan secara singkat mengenai biografi Ahmad Mustofa al-Maraghi,
karya-karya beliau, dilanjutkan dengan pengenalan terhadap kitab tafsir al-Maraghi,
metode dan corak penafsiran yang digunakan al-Maraghi dalam karya tafsirnya
sekaligus beberapa contoh penafsiran.
B. Biografi
Singkat al-Maraghi
Ahmad
Mustafa al-Maraghi lahir dan besar di kawasan kota al-Maraghah pada 1883 M atau
1300 H dan wafat pada 9 Juli 1952 di Hilwan, Kairo. Nama lengkapnya adalah
Ahmad Mustafa Ibn Musthafa Ibn Muhammad Ibn Abd al-Mun’im al-Qadhi al-Maraghi. Ia
merupakan anak dari Syekh Musthafa al-Maraghi yang tak lain merupakan ulama
besar, dikenal karena ketaatan dan telah menguasai banyak ilmu, terutama dalam
bidang hukum dan agama. Adapun penisbatan ‘al-Maraghi’ sebagai nama belakang
keluarga, bukan berasal dari nama marga atau keturunan, melainkan berasal atau
dikaitkan dengan nama daerah yang menjadi tempat tinggal keluarga besar
al-Maraghi pada waktu itu.[2]
Semasa
kecil –sebagaimana saudara-saudaranya yang lain– adik kandung dari Muhammad
Mustafa al-Maraghi ini sudah mulai mempelajari ilmu agama. Bahkan sejak usia kurang
dari 13 tahun, Ahmad Mustafa al-Maraghi sudah berhasil menghafalkan keseluruhan
al-Qur’an. Selain itu ketika sudah mulai mengenyam pendidikan dasar di
madrasah, ia pun belajar dasar-dasar ilmu syari’ah, ilmu tajwid dan beberapa
ilmu dasar lain, sampai lulus pendidikan di tingkat menengah. Setelah itu pada
1897, al-Maraghi mulai menempuh pendidikan tinggi di Universitas Al-Azhar. Dan
bersamaan dengan itu, ia juga mengenyam pendidikan di Universitas Darul Ulum. Karena
sama-sama bertempat di Kairo, sehingga pada 1909 M, al-Maraghi dapat menyelesaikan
pendidikan di dua universitas tersebut sekaligus dalam waktu hampir bersamaan.[3]
Dalam
perjalanannya menempuh pendidikan, banyak cabang ilmu yang kemudian ia tekuni dan
kuasai seperti, ilmu tafsir, balaghah, bahasa arab, ushul fiqh, fiqh, ilmu
falak dan lain sebagainya. Penguasaan al-Maraghi terhadap berbagai disiplin
ilmu agama tersebut, juga tidak dapat dilepaskan begitu saja dari peran
beberapa ulama sekaligus gurunya, seperti Muhammad Abduh, Ahmad Rifa’I
al-Fayumi, dan beberapa nama lain. Ulama-ulama tersebut juga sangat berpengaruh
terhadap cara pandang al-Maraghi, termasuk ketika nantinya mulai menafsirkan
al-Qur’an.[4]
Setelah
lulus dari dua universitas di atas hingga 1919, al-Maraghi didapuk menjadi
hakim di daerah Sudan. Baru kemudian pada 1920 al-Maraghi diminta menjadi salah
satu dosen tamu di Fakultas Filial Al-Azhar. Sebelumnya selama menjadi hakim,
al-Maraghi juga mulai mempelajari secara serius bahasa non-Arab, seperti bahasa
Inggris guna mempertajam pembacaannya terhadap literatur-literatur yang
berbahasa Inggris. Kemudian selain menjadi dosen tamu, di tahun yang sama
al-Maraghi juga resmi diangkat sebagai dosen ilmu balaghah dan kebudayaan di
almamaternya, yakni Universitas Al-Azhar. Baru pada Mei 1928 al-Maraghi
diangkat menjadi rektor di universitas yang sama pada usia 47 tahun.[5]
Sebagai
seorang ulama terkemula, al-Maraghi juga merupakan sosok yang produktif. Hal
tersebut terbukti dari keberadaan beberapa karya besarnya seperti Ulum
al-Balaghah, Risalah fi Mustalah al-Hadits, Risalah fi Zawjat al-Nabi,
al-Hisbah fi al-Islam, Sharh Tsalaatsin Haditsah, Tahdhib al Tawdih, Wajiz fi
Ushul al-Fiqh, Hidayah al-Thalib, Mursyid al-Tulab, al-Mu’jaz fi al-Adab
al-‘Arabi, Tafsir Juz Innama Al-Sabil dan Tafsir al-Maraghi, serta masih
banyak karya yang lain.[6]
C.
Mengenal
Kitab Tafsir al-Maraghi
Salah
satu karya monumental al-Maraghi di bidang tafsir tak lain adalah Tafsir
al-Qur’an al-Karim atau yang lebih familiar dengan nama Tafsir
al-Maraghi. Tafsir ini dibuat dalam kurun waktu 10 tahun, dimulai sejak
awal 1940 hingga 1950-an.[7]
Menurut beberapa sumber menyatakan bahwa tafsir ini sendiri terbit untuk yang
pertama kali pada 1951 dengan jumlah total 30 volume. Namun dalam beberapa
literatur lain menyebutkan bahwa Tafsir al-Maraghi pertama kali terbit
lebih awal yakni pada 1946 atau sekitar 1365 H, diterbitkan oleh Syirkah Maktabah
wa Mathba’ah al-Babiy al-Hallaby, Kairo, Mesir.
Meski
sangat terpengaruh dengan pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, akan
tetapi ada sedikit perbedaan antara tafsir garapan al-Maraghi dengan Tafsir
al-Manar. Aspek yang paling terlihat yakni dari sistematika penulisan dan
gaya bahasa sederhana yang digunakan oleh al-Maraghi. Adapun sistematika
penulisan Tafsir al-Maraghi, sebagaimana yang ia sebutkan dalam muqaddimah
tafsirnya di juz awal, diantaranya, menyebutkan satu atau beberapa ayat sekaligus
pada awal pembahasan, memaparkan mufradat (kosa kata), menjelaskan makna ayat
secara global, menyebutkan sebab-sebab turunnya ayat (jika ada), berusaha mengesampingkan
istilah yang berhubungan dengan teknologi atau ilmu pengetahuan, berusaha
menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, melakukan kajian
tafsir terdahulu untuk kemudian menyajikan pemahaman yang lebih mudah diterima,
melakukan penyeleksian terhadap beberapa kisah untuk tidak terjebak pada
israiliyyat, dan membagi kitab tafsirnya menjadi 30 jilid (1 jilid 1 juz) untuk
memudahkan pembaca.[8]
Masih dari muqaddimah
tafsirnya, al-Maraghi menyebutkan bahwa dalam proses penafsirkan al-Qur’an, ia
juga merujuk pada beberapa kitab tafsir karya mufassir sebelumnya. Jika ditotal
setidaknya ada 18 mufassir dengan masing-masing kitab tafsirnya yang dijadikan
rujukan oleh al-Maraghi. Beberapa diantaranya yakni kitab tafsir at-Thabari, al-Jawahir
fi Tafsir al-Qur’an, tafsir al-Kasyaf, Mafatihul Ghaib, al-Manar,
dan lain sebagainya. Selain itu al-Maraghi juga menggunakan sumber-sumber yang
berasal dari kitab syarah hadits ditambah dengan tiga kitab kamus, tiga kitab
yang berisi biografi tokoh ulama, sampai dengan muqaddimah Ibn Khaldun.[9]
D.
Metodologi
Tafsir al-Maraghi
Berbicara
mengenai kitab tafsir tentu juga perlu membahas mengenai metodologi
penafsirannya. Adapun yang dimaksud dengan metodologi penafsiran di sini adalah
seperangkat ilmu atau pembahasan ilmiah mengenai metode-metode yang digunakan
dalam menafsirkan al-Qur’an. Dalam perkembangan sejauh ini, setidaknya ada
empat metode tafsir. Pertama, metode Ijmali yang menafsirkan al-Qur’an
secara global. Kedua, metode Tahlili yang menafsirkan al-Qur’an secara
analitis. Ketiga, metode perbandingan (Muqarin) yang membandingkan hasil
penafsiran dari dua kitab tafsir atau lebih. Keempat, metode Maudu’I
yang menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan tema-tema tertentu.[10]
Kaitannya
dengan Tafsir al-Maraghi, metode tafsir yang digunakan yakni tahlili. Adapun
ciri khas metode ini antara lain, mufassir memaparkan secara detail atau
terperinci mengenai aspek-aspek yang ada di dalam al-Qur’an, disusun
berdasarkan tartib ayat dan surah, menjelaskan kandungan tiap ayat dan hubungan
antara ayat, surah dan atau keduanya, memaparkan sebab-sebab turunnya ayat atau
surah dalam al-Qur’an, serta bisa mengambil bentuk riwayat (ma’tsur)
atau pemikiran (ra’yu).[11]
Hal ini dapat dilihat dari sistematika al-Maraghi dalam menuliskan kitab
tafsirnya.
Selain metode, ada corak
penafsiran yang perlu diidentifikasi dalam tiap kitab tafsir. Sebagaimana yang
dikatakan Quraish Shihab, bahwa keberadaan corak penafsiran merupakan hal yang
tidak bisa dihindari. Sebab adanya corak penafsiran tidak bisa dilepaskan dari
kecenderungan dan keberagaman ilmu yang dimiliki oleh seorang mufassir.[12]
Jika ditinjau dari penggunaan bahasa dan orientasi al-Maraghi yang lebih
condong pada kehidupan kemasyarakatan, maka corak tafsir al-Maraghi tidak lain
adalah al-adabi al-Ijtima’I. Corak ini memiliki kecenderungan pada
pemahaman kebahasaan dan perkembangan peradaban tanpa meninggalkan aspek-aspek
lain seperti hukum bahkan ilmu pengetahuan.[13]
E.
Perbedaan
al-Maraghi dengan al-Manar
Keberadaan al-Maraghi memang kerap dianggap
sebagai penyempurna kitab tafsir karangan Rasyid Ridha yakni al-Manar. Hal
tersebut bukan tanpa alasan, mengingat Ahmad Mustafa al-Maraghi merupakan murid
yang dekat dengan Muhammad Abduh dan juga Rasyid Ridha, sehingga dalam segi
pemikiran, jelas sangat dipengaruhi keduanya. Meskipun sama-sama merupakan
bagian dari tafsir modern[14]
akan tetapi jika dicermati, ternyata ada perbedaan mendasar antara kitab tafsir
al-Maraghi dengan kitab tafsir al-Manar. Dari segi penulisan,
tafsir ini ternyata tidak hanya menggunakan metode tahlili, akan tetapi dalam
beberapa tafsirannya juga menggunakan metode komparatif. Selain itu, corak
tasawuf juga tidak bisa dihilangkan dari tafsir ini, meskipun memang didominasi
oleh al-adabi al-ijtima’i.[15]
Aspek lain yang membedakan antara tafsir Ahmad
Mustafa al-Maraghi dengan tafsir-tafsir sebelumnya adalah, ia berupaya
memisahkan pembahasan-pembahasan dalam tafsirnya, dengan kata lain sengaja
membuat kategori-kategori dalam menguraikan tafsirnya. Jika dilihat, dalam
tafsir al-Manar, metode yang dipakai memang hanya tahlili dengan
pembahasan detail dan rasional. Namun dalam uraian tafsir al-Maraghi ada
pemisahan antara penjelasan umum dengan yang terperinci. Jadi tidak semua ayat
diuraikan secara analitis (ma’na tahlili) akan tetapi masih dengan
pemaknaan yang global (ma’na ijmali).[16]
Inilah yang mendasari perbedaan tafsir al-Manar dengan al-Maraghi.
F.
Contoh
Penafsiran
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا
مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ
وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ
هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan sekumpulan yang lain. Boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya. Boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Sharh
Mufrodat:
لَا يَسْخَرْ diartikan
dengan ‘jangan mengolok-olok’. Adapun يَسْخَرْ merupakan fi’il
madhi dari سخر yang mengandung arti menyebut aib, mengolok, menyebut
kekurangan orang dengan mengejek dan menimbulkan tawa. Kemudian السخرية juga bisa terjadi dalam keadaan seseorang menirukan
perkataan maupun perbuatan orang lain dengan menggunakan isyarat. Atau bisa
juga ketika menertawakan perilaku orang lain yang tidak sengaja keliru, dan
lain sebagainya.[17] Sebagaimana
kata التنابز yang juga mengandung pengertian saling mengejek atau memanggil dengan gelar
atau julukan yang tidak disukai oleh orang.[18]
Selain itu, dalam Tafsir al-Maraghi tersebut juga dijelaskan mengenai larangan
mencela mukmin lain. Bahwa relasi antara mukmin yang satu dengan mukmin yang
lain tak berbeda dengan satu rangkai tubuh manusia. Di mana ketika ada mukmin
yang mengolok, mencela atau menghina maka berarti ia telah lalim kepada dirinya
sendiri. Sebab telah ikut menganiaya dirinya lewat celaan yang terlontar kepada
mukmin lain –yang mungkin justru lebih dekat dengan Allah SWT. Hal tersebut tercermin dalam salah satu sabda Nabi yang
dirujuk oleh al-Maraghi, bahwa orang mukmin itu ibarat satu tubuh. Jika satu
anggota tubuh sakit, maka seluruhnya akan ikut merasakan sakit, entah demam
atau tidak bisa tidur.[19]
Secara umum dalam QS. al-Hujurat: 11 ini, ada beberapa petunjuk bagi umat
muslim khususnya, untuk menciptakan etika bergaul yang baik dengan tidak saling
menyakiti perasaan. Sebagaimana khasnya al-Maraghi, ia berupaya memberikan
pemaparan hasil penafsiran yang mampu dibaca oleh seluruh lapis pembaca. Bahasa
yang digunakan tidak bertele-tele dan gaya bahasa yang digunakannya disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat modern saat itu.
G.
Kontribusi
al-Maraghi dan Tafsirnya
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, bahwa lewat tafsirnya, Ahmad Mustafa al-Maraghi berusaha
memberikan nuansa yang berbeda, yakni dengan mengesampingkan
pembahasan-pembahasan yang rumit dan bahasa-bahasa yang sulit dimengerti oleh
awam. Ia berusaha memberikan apa-apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
kontemporer, sehingga lahirlah tafsir al-Maraghi tersebut. Adapun
kontribusi nyata al-Maraghi dalam dunia tafsir tidak lain adalah berupa karya
tafsir moderen yang ditulis dengan sangat sistematis namun dengan bahasa yang
simpel dan efektif, sehingga mudah dipahami.[20]
Ide pembaharuan dalam tafsir al-Maraghi juga bisa terlihat pada
penggabungan beberapa metode tafsir sekaligus dalam proses penafsiran dengan
tidak melupakan pada sumber-sumber terdahulu.[21]
H.
Kesimpulan
Ahmad
Mustafa al-Maraghi merupakan
salah satu ulama tafsir terkemuka. Lahir dan besar di
kawasan kota al-Maraghah pada 1883 M atau 1300 H dan wafat pada 9 Juli 1952 di
Hilwan, Kairo. Salah satu karya
monumentalnya di bidang tafsir tidak lain adalah Tafsir
al-Qur’an al-Karim atau yang lebih familiar dengan nama Tafsir
al-Maraghi. Tafsir
ini dibuat dalam kurun waktu 10 tahun dengan total 30 jilid, di mana masing-masing juz terwakili dalam satu
jilid.
Pemikiran al-Maraghi lebih banyak dipengaruhi oleh gurunya yakni Muhammad
Abduh sampai pada caranya menafsirkan al-Qur’an. Sementara mengenai metode dan
corak tafsir dalam karya al-Maraghi, tafsir ini menggunakan metode tahlili yakni
dengan analisis yang detail dan terperinci. Sementara corak penafsirannya lebih
mengarah ke adabi al-Ijtima’i. Al-Maraghi juga membawa ide pembaruan
dalam tafsirnya dengan memadukan beberapa metode dan corak tafsir sehingga
lebih beragam dan tetap menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kontemporer.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1946. Tafsir al-Maraghi jilid 1, (Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah al-Babiy al-Hallaby
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2011. Studi
Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS. Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa.
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam (ed.). 1994. Ensiklopedi Islam; ‘Al-Maraghi. Jakarta:
Ichtiar Baru
Van Hoeve
Hadi,
M. Khoirul.
2014. Karakteristik
Tafsir al-Maraghi dan Penafsirannya tentang
Akal,
dalam Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. XI, No.1.
Loeis, Wisnawati. 2011. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tafsir Ahmad Musthafa al-Maraghi: Studi Analisis terhadap al-Qur’an Surat al-Fiil, dalam
Jurnal Turats, Vol. VII, No.1
Rosyanti,
Imas. 2018.
Penggunaan Hadits dalam Tafsir al-Maraghi, dalam Diroyah:
Jurnal Ilmu Hadits, Vol.II, No.2.
Shihab, M. Quraish. 1996. Membumikan
al-Qur’an. Bandung:
Mizan.
Sanaky. Hujair, A.H. 2008. Metode Tafsir, Perkembangan
Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak
Mufassirin, dalam Jurnal al-Mawarid, Edisi VIII.
Siregar. Rahmayani. 2018. Nilai-nilai
pendidikan multicultural dalam al-Qur’an: Studi
Analisis Tafsir al-Maraghi,
dalam Jurnal At-Tazakki, Vol. II, No.2.
Khimatiar,
M. Azkiya.
Ahmad
Mustafa al-Maraghi; Ahli Tafsir Kontemporer, https://islami.co/ahmad-mustafa-al-maraghi-ahli-tafsir-kontemporer/
diakses
pada 07/12/2019.
Saefudin,
H. Ace. 2003. Metodologi dan Corak Tafsir Modern; Telaah terhadap Pemikiran J.J.G. Jansen, dalam jurnal
al-Qalam, Vol. XX, No. 96.
[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi
Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2011), cet. 14, h.444
[2] M. Khoirul Hadi, Karakteristik
Tafsir al-Maraghi dan Penafsirannya tentang Akal, dalam Hunafa: Jurnal Studia
Islamika, Vol. XI, No.1, (Juni, 2014), h. 156
[3] Imas Rosyanti, Penggunaan Hadits
dalam Tafsir al-Maraghi, dalam Diroyah: Jurnal Ilmu Hadits, Vol.II, No.2,
(Maret, 2018), h. 140
[4] Wisnawati Loeis, Nilai-nilai
Pendidikan Islam dalam Tafsir Ahamd Musthafa al-Maraghi: Studi Analisis
terhadap al-Qur’an Surat al-Fiil, dalam Jurnal Turats, Vol. VII, No.1,
(Januari, 2011), h. 77
[5] Rahmayani Siregar, Nilai-nilai
pendidikan multicultural dalam al-Qur’an: Studi Analisis Tafsir al-Maraghi,
dalam Jurnal At-Tazakki, Vol. II, No.2, (Juli-Desember, 2018), h. 171
[6] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam
(ed.), Ensiklopedi Islam; ‘Al-Maraghi’ , (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994), h. 165
[7] Lihat M. Azkiya Khimatiar, Ahmad
Mustafa al-Maraghi; Ahli Tafsir Kontemporer, dalam https://islami.co/ahmad-mustafa-al-maraghi-ahli-tafsir-kontemporer/
diakses pada 07/12/2019.
[8] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi jilid 1, (Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah al-Babiy
al-Hallaby, 1946), h. 15-19
[9] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi jilid 1… h.20-21
[10] Hujair, A.H. Sanaky, Metode
Tafsir, Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak Mufassirin, dalam
Jurnal al-Mawarid, Edisi VIII, (2008), h. 266-268
[11] Ibid,. h. 274
[12] M. Quraish Shihab, Membumikan
al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), cet.13, h. 72-73
[13] Imas Rosyanti, Penggunaan Hadits
dalam Tafsir al-Maraghi… h. 140
[14] H. Ace Saefudin, Metodologi dan
Corak Tafsir Modern; Telaah terhadap Pemikiran J.J.G. Jansen, jurnal al-Qalam,
Vol. XX, No. 96, (Januari-Maret, 2003), h. 62
[15] Wisnawati Loeis, Nilai-nilai
Pendidikan Islam dalam Tafsir Ahamd Musthafa al-Maraghi… h. 79
[16] Lihat bagian Metodologi Tafsir
al-Maraghi dan Ide Pembaharuan dalam Tafsir al-Maraghi, dalam http://syakirman.blogspot.com/2010/11/metode-tafsir-modern-tafsir-al-manar-al.html,
diakses 27/12/2019
[17] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi jilid 26, (Kairo:
Syirkah Maktabah wa Mathba’ah al-Babiy al-Hallaby, 1946), h. 132
[20] M. Khoirul Hadi, Karakteristik
Tafsir al-Maraghi dan Penafsirannya tentang Akal… h. 161-162
0 Comments