“Problem ini
sudah dibahas Harari kan? Ia bilang telah dimulai sejak revolusi agrikultur
sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu.” Rokis kembali berpikir, terlalu lama dan membuat
percakapan itu hening beberapa bentar. Tapi segera setelah dering ponsel itu
terangkat, mereka berdua beranjak. Menemui beberapa orang yang hampir selesai
menyusun agenda pemutaran sebuah film terbaru.
Seperti malam-malam
pasca rapat digelar, sajian di tengah lingkaran tak lain perjamuan sloki. Dua orang
telah siap membeli beberapa botol, sementara yang lain menyiapkan makan malam
dan beberapa camilan. Tak ada hal yang lebih bisa dikenang selain riuhnya ruang
tamu tanpa meja dan kursi itu.
Besok kita juga
ada tanam pohon, kalian bisa ikut?
sepertinya
sudah ada janji.
pxhere |
Meski tak
benar-benar ada janji, selesai pesta sloki malam itu Vallis mengajak Rokis
mengunjungi Maxima. Ia harus segera melepas rindu dan melihat anak-anak Nepenthes
mulai mengatup, membentuk kantong-kantong kecil yang menggemaskan. Tapi Rokis
meminta waktu untuk mengembalikan kewarasannya. Mereka akhirnya berangkat pagi,
sekitar jam tujuh menuju Green House Wakade, tempat pembibitan Maxima
dilakukan.
Beberapa putaran
sloki berisi tiga jenis minuman –Vodka, red Wine dan sejenis liqueur– membuat
Rokis tak bisa menguasai tubuhnya. Tapi ia masih diam, tetap berusaha lamat-lamat
mendengar bualan-bualan karib-karibnya yang mendadak filsuf.
Mereka bersesumbar
soal Foucault dan laku-laku destruktif yang semasa hidup ia geluti. Meloncat ke
karya-karya Marquis de Sade dan merasa lebih total mengotak atik seksualitas dengan
cara paling sadis. Beberapa lain mengutip Derrida tapi tertahan oleh sanggahan
dan cekokan sloki-sloki yang belum sampai di tetes terakhir.
Malam mungkin
jadi terlalu pendek, mulai beranjak dini hari dan menggoyahkan
punggung-punggung yang sedari tadi ditopang oleh kaki-kaki yang bersila. Hal baik
di malam itu, mereka tak sampai saling menumpahkan luka lama dan dendam
masing-masing yang pilih ditumpuk dan coba diredam. Semua cerita tetap jadi kasak
kusuk meski sudah hampir hilang kesadaran.
sobernation |
***
Green
House milik Wakade terlalu kaya bagi Vallis. Semua spesies yang ia
lihat memiliki daya pikat yang berbeda satu dengan yang lain. Ia ingin memiliki
seluruhnya, terobsesi dengan kecantikan semu yang lebih fana dari manusia. Tapi
ia buru-buru sadar, tak semua jenis di tempat itu mampu bertahan lama di suhu
kota yang ia tinggali. Maka ia tak jadi memintanya pada Wakade.
Pertemuan
Vallis dan Wakade selalu istimewa. Mereka tak pernah kekurangan bahan
perbincangan. Harus ada spesies baru yang ditemukan dari perjalanan hutan ke
hutan –meski semua hutan hampir gagal bertahan. Setelah memeluk Vallis, Wakade
membiarkan dua anak itu berkeliling dan menemui Maxima yang diletakkan
khusus di sisi sebelah barat. Ia telah berkembang biak. 23 pot berisi Maxima
kecil dan lima pot Maxima wavy memikat Vallis seketika. Hampir dua
jam Vallis dan Rokis hanya memelototi tanaman berkantong itu, sesekali
menyuapinya dengan nyamuk dan lalat.
aquascapeid |
Sembari
membawakan Wine hasil fermentasi pisang dan beras, Wakade mengajak murid
kesayangannya itu menuju rumah singgah. Ia ingin menunjukkan sesuatu pada
Vallis dan Rokis, hal baru yang ia kerjakan lima bulan terakhir. Di sana mereka
diperlihatkan beberapa terrarium telah berjajar rapi, memesona.
Tapi
Vallis dan Rokis menuju arah yang berbeda. Rokis langsung terpikat pada terrarium
berisi Echeveria Minima, Sedum, Roseum dan beberapa jenis sukulen
lain yang ditata apik oleh Wakade. Sementara Vallis langsung bisa mengenali isi
terrarium yang ia tuju, yakni Maxima wavy. Wakade mulai tertarik membuat
rumah-rumah istimewa untuk beberapa jenis tanaman yang ia anggap butuh
perlakuan istimewa. Seperti yang kerap ia katakan pada murid-muridnya, “segala
yang istimewa, haruslah diperlakukan dengan istimewa pula.”
Mengistimewakan
tanaman-tanaman yang sulit hidup di dataran rendah dan membutuhkan perlakuan
khusus membuat Wakade menghabiskan berlama-lama masa tuanya di green house. Ia
hampir-hampir mengambil jarak dengan orang lain, kecuali mungkin murid-muridnya
dan beberapa kawan guru yang ia percayai bisa menghargai makhluk hidup lain. Menurutnya,
kesetiaan pada Nepenthes telah membuatnya bisa hidup lebih lama.
“Menurutmu mereka
tidak merasa tersiksa di terrarium ini?” Rokis menyela lamunan karibnya.
“Tidak, Ro. Mereka
tidak punya kesadaran itu.”
“Yaaa, tapi ku
membayangkan mereka bisa merasa tak nyaman di tempat yang bukan habitatnya.”
“Bahkan mereka
tidak tau kalau dirinya ada.”
“Menurutmu,
mereka punya akses yang sama, untuk hidup?”
“Justru, mereka
punya kesempatan lebih baik, dari segi kelangsungan generasi. Bandingkan dengan
saudaranya di habitat.”
Rokis tak
menimpali lagi. Ia ikut asyik menyelami kemandirian anak-anak Maxima wavy yang
lebih mungil daripada berada di pot-pot Green House. Sembari menikmati
sloki berisi Wine, Rokis mulai mengingat hal yang dikatakan Vallis sebelum
mereka menikmati perjamuan sloki. Beberapa hal sempat mereka perdebatkan
tentang keongasan manusia dan ambisi untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya
keuntungan dari penjualan tanaman-tanaman istimewa ini.
maulanasaysgreen3 |
“Ro, mereka
tak punya cukup waktu untuk beradaptasi selain atas pertolongan manusia.”
“Pertolongan
katamu? Bukankah sebagian besar hanya ingin untung? Peduli apa mereka dengan
kelangsungan hidup?”
“Dengan
adanya ekspansi petambangan, pemukiman atau perkebunan itu, habitat tidak
selalu jadi tempat yang aman, Ro. Pembukaan lahan di hutam Amazon? Ah jangan
jauh-jauh, di Kalimantan itu, kritis kan sekarang? Siapa yang menjamin habitat
mereka tidak tergerus korporasi yang rakus?”
Rokis sadar
diri, ia tak mungkin tahu lebih banyak dari apa-apa yang telah nyata dilakukan
oleh Wakade dan kelompok konservasinya atau Vallis dengan kelompok yang lebih
kecil mencoba memberi naungan pada Nepenthes untuk bisa hidup lebih layak.
Mereka punya
cara-cara untuk menyelamatkan yang masih tersisa, meski tak bisa dipungkiri
yang lain tetap mengambil lebih banyak untuk dijadikan komoditas, mengambil
nilai kapital yang lebih menjanjikan dari sekedar merawat dan mencintai.
Kita tak
bisa menolak yang serakah hadir di antara yang tulus, Ro. Sebab masing-masing
dari mereka tetap punya kontribusi membesarkan dan menghidupkan. Toh Nabi, manusia
yang tulus juga tetap berdagang agar jasmaninya tak mengalami kerusakan. []
0 Comments