Perempuan yang Menyiapkan Kematian

Beberapa hari ia sibuk membersihkan tiap-tiap sudut rumah. Minta beberapa pekerja mengepel kolong meja dan kolong tempat tidurnya. Ia sendiri mengepel ruang tamu sampai mencuci karpet yang saban hari menjadi alas tidurnya di ruang keluarga. Dua puluh delapan hari menjelang dua puluh delapan Maret dan ia memaksa segala sesuatu rampung di dua puluh delapan, hari ini, Jum’at wage, tepat di weton kelahirannya.

ouratword

Ia sering mendengar orang-orang yang menyiapkan berlembar-lembar kain kafan untuk hari kematian mereka. Beberapa menyiapkan tanah yang nantinya akan menjadi rumah bagi jasad kaku dan lebam-lebam. Beberapa yang lain membeli alat make up untuk merias diri mereka sebagai riasan terakhir. Dan perempuan ini, ia masih bingung harus mempersiapkan apa selain membersihkan seluruh aspek yang ada di dalam rumahnya.

Ia masih memprediksi beberapa kuncup pertama Wijaya Kusuma akan mekar bulan depan tepat di malam ke-28. Tapi prediksinya bisa sangat salah sebab cuaca tak lagi bisa diramalkan atau ditafsiri. Ia tak bisa memastikan hari ini akan turun hujan seperti beberapa tahun sebelumnya. Ia juga tak bisa menerawang kapan krokot-krokot di depan rumahnya bisa berbunga. Hari ini cuaca bisa sangat menyengat kulit dengan suhu di atas 28°C. lalu beberapa jam kemudian akan turun hujan dengan intensitas angin yang mengerikan.

Musim panen di tempatnya menjadi tak pasti. Kadang mereka menanam padi, kacang hijau, lalu membiarkan tanah-tanah itu marjinal beberapa bentar. Kadang mereka harus menanam lebih dari tiga kali dalam setahun, sebab curah hujan tiba-tiba sangat mendukung. Kiranya hanya para rasi bintang yang tetap pada pusat orbitnya, sehingga kita bisa mengamati Orion, scorpio, dan lain sebagainya. Kita juga masih bisa bersapa jenaka dengan Sirius atau menikmati konjungsi bulan dengan beberapa planet. Itupun jika mendung tak lantas menghalangi langit malam.

amazonedotae

Itu di langit. Tapi apa-apa yang ada di buminya –yang mungkin sudah semakin sepuh, semua serba larut dalam ketidakpastian. Krisis melukai semua makhluk, meski manusia acuh tak acuh pada perasaan kedalamannya sendiri. Beberapa puluh hiu bunuh diri di laut lepas, kura-kura memotong kepala mereka dan para kera menggantung diri di reranting yang tersisa. Kebakaran di hutan Kalimantan juga membuat ratusan spesies hewan ikut membakar tubuhnya setelah melewati beberapa perenungan, bahwa mereka tak mungkin bisa kemana-mana. Bahwa mereka tak lagi punya rumah untuk menanggung sisa napas.

Yaa, semua hanyut dalam perenungannya sendiri-sendiri untuk membunuh jasad yang membuat masing-masing merasai duka mendalam. Kecuali manusia, yang masih hanyut dalam ambisi menjadi pemenang dalam rantai makanan, tanpa sadar bahwa makanan mereka segera habis. Tak ada lagi sumberdaya alam tak terhingga. Itu semacam mitos yang dihadirkan oleh jiwa-jiwa sebelum mereka lahir. Dua atau tiga tahun mendatang, tidak hanya karbon yang harus mereka bayar, tapi manusia sudah harus membayar pajak untuk oksigen yang mereka hirup.

Sayangnya, beberapa peraturan yang mengharuskan masing-masing manusia menanam satu pohon setiap tiga bulan sekali, gagal dilakukan karena ketiadaan lahan dan keengganan manusia. Mungkin mereka gagal ingat dengan nenek moyang mereka yang bercocok tanam demi menyambung hidup. Maka setiap tahun setelah itu pajak untuk menghirup oksigen dan mengeluarkan gas karbon akan menjadi semakin tinggi.

Tapi perempuan itu juga tidak ingin berpikir terlalu jauh dari kehidupan yang sekarang tengah ia jalani sendiri bersama beberapa pekerja rumah tangga yang menjadi keluarga terakhirnya. Satu asisten rumah tangga dan satu tukang kebun yang kadang juga berbagi tugas dengan istrinya meramu masakan untuk makan bersama pemilik rumah.

Aku ingin dua hari kedepan semua beres. Tapi apa mungkin?

Kami sebenarnya heran. Kenapa ada orang yang mempersiapkan kematian dengan merapikan rumah?

Sebenarnya tidak cuma rumah, buk,e. Aku ingin membeli keperluan lain, tapi aku tidak tau apa aku butuh kafan? Aku ingin pakai jarik saja. Kenapa harus polos? Batik lebih bagus menurutku.

Neng, mati itu urusan Sang Hyang. Bukan kita. Tidak tau kapan waktu orang buat mati.

Saya tau, pak,e … saya sangat mafhum dengan ketetapan Tuhan soal umur manusia. Saya hanya ingin memastikan apa yang saya lakukan adalah apa yang saya ingin dan cita-citakan.

Cita-cita?

***
Setiap anak manusia ditata pikirannya untuk punya mimpi dan cita-cita. Dipaksa memiliki amunisi yang cukup dan sedikit ambisi untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Tapi dengan apa cita-cita itu terwujud, bagaimana bila tidak bisa mewujudkan, dan pertanyaan-pertanyaan dasar lain atau konsekuensi-konsekuensi terburuk jika gagal mewujudkan itu, bahkan hampir tak pernah mendapatkan perhatian sejak kita dipaksa  memiliki cita-cita.


wallhere

Aku juga beberapa kali ditanya oleh guru taman kanak-kanak, guru sekolah dasar, guru-guru di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, apa cita-citamu? Aku menjawab sama sebagaimana anak-anak seusiaku menjawab, guru, dokter, psikolog, pengusaha tapi yang terakhir, aku menjawab ingin mati muda. Banyak yang tidak puas dengan jawabanku. Yaa, aku tau. Konyol sekali oang yang punya cita-cita mati muda, seakan ia tidak punya tujuan hidup. padahal akulah yang paling jelas memiliki tujuan hidup, yaitu mati.

Maka ketika menginjak 27 tahun, aku berniat benar-benar menggapai apa yang selama ini kucita-citakan. Aku ingin mati muda, entah bagaimana cara agar aku bisa segera mati di usiaku yang mungkin tidak lebih muda dari Kartini.

Aku sempat punya pikiran untuk memiliki penyakit kronis agar aku segera mati. Tapi Tuhan memberiku tubuh yang sangat tegar dan kuat sehingga selama ini hampir-hampir penyakit-penyakit yang berasal dari berbagai virus hanya mampu bertahan beberapa hari, bersarang di tubuhku.

Aku sempat punya pikiran untuk mati dengan cara kecelakaan, mungkin. Tapi jika kupikir-pikir, aku tidak akan nampak cantik dengan cara mati yang demikian. Tuhan juga selalu melindungiku dari hal-hal yang bisa membuatku mendekati maut ketika bepergian. Memang pernah beberapa kali aku berhadapan dengan maut, tapi sepertinya Tuhan hanya ingin aku mengakui keberadaanNya. Jadi itulah yang kulakukan setelahnya. Kemudian berpikir untuk mencari cara lain untuk mati.

Tapi aku gagal mencari referensi termutakhir untuk mati. Aku melihat ramalan kematian dan ternyata jadwal kematianku masih terbilang sangat lama, 2049. Jika dikalkulasi, maka berarti itu diusiaku yang sudah menginjak 53 tahun. Jelas lebih muda 10 tahun dari sang Nabi.

Aku sempat membaca buku Albert Camus tentang Mitos Sisifus, hanya beberapa halaman awal. Di sana aku menemukan catatan Camus mengenai bunuh diri dan perenungan. Aku mungkin kurang paham dengan apa yang dimaksud oleh Camus dalam tulisannya. Tapi disitu aku sadar bahwa bunuh diri selalu dikaitkan dengan penolakan terhadap hidup yang tidak berguna dan hal-hal yang sangat pribadi. Mungkinkah mati dengan bunuh diri bisa lebih dulu melewati perenungan?

keepome

Camus berkata, bunuh diri sangat mungkin hadir setelah melewati perenungan yang panjang. benar-benar dipersiapkan sebagai sebuah karya seni yang agung. Karya terakhir yang akan membuat orang-orang terdekat, setidaknya, akan ingat dengan kematian kita yang maha indah.

Dan itulah mungkin, hal yang bisa kulakukan agar cita-citaku segera terwujud. Membunuh diriku di usia yang kuinginkan. Mungkin saja aku bisa mati setelah sarapan dan meminum susu? Atau setelah memberi makan kucing-kucing kesayanganku yang berkeliaran di luar sana. Atau aku bisa membunuh diriku setelah orgasme untuk yang terakhir kali? Tapi bagaimana bisa mati semudah itu?

Aku hanya tidak ingin merasai sakit dan merepotkan orang di sisa napas yang bisa kuhirup dan lepaskan. Aku hanya tidak ingin memberi tanah ibu kucuran darahku yang anyir menjijikkan. Aku hanya tidak ingin menjadi jasad yang harus menunggu visum atau autopsi sebelum berada di pekuburan. Aku hanya ingin langsung tidur di tempat yang aku ingin tidur lama tanpa merasai bangun untuk kesekian kali.


Aku suka tidur, apalagi setelah mempersiapkan kematianku sendiri. []

Post a Comment

0 Comments