Ia
mengunci pintu kamar dan beranjak tidur. Seperti biasa, ada beberapa ritual
ganjil genap yang harus ia rapalkan lebih dulu, kemudian mencuci tangan dan
kaki, memohon kepada Tuhan agar diberikan mimpi yang sama, mati muda atau
bertemu beberapa orang di masa lalu.
Apa
aku perlu matikan lampunya?
Oh
iya, tentu. Tolong ambilkan air putih juga dan kunci pintunya dari luar.
terimakasih.
Baik.
Nanti kuletakkan di meja. Kau tidurlah segera.
youngorold |
Beberapa menit kemudian perawat itu datang dengan segelas air putih dengan tutup khas dari logam lama. Ia letakkan dengan hati-hati, sebab perempuan di ranjang yang mulai beruban itu lelap lebih cepat. Ia sempatkan merapikan selimut dan bergegas mengunci pintu dari luar, sebagaimana permintaan si empunya kamar.
Malam
ke-28 di bulan April setelah lewat berpuluh-puluh purnama, tahun-tahun berganti
dan kini perempuan itu hidup hampir seorang diri. Hanya ditemani satu perawat
yang merangkap sebagai asisten rumah tangga, ia anggap sebagai anak yang setiap
saat bisa menemaninya berkebun, melakoni rutinitas sebagai orang sepuh dan merawatnya
sampai di masa-masa akhir.
Apa
aku akan menjadi tua yang menyebalkan?
Siapa
bilang, bu? Bahkan kau tak pernah terlihat demikian.
Aku
selalu iri dengan mereka yang gagal dan mati muda. Kukira waktu itu perjuanganku
dan mereka sama saja.
Ada
hal lain yang diperhitungkan Tuhan, bu. Dengan begitu sekarang aku punya ibu
dan bisa merawatmu.
Sebelumnya,
sepuluh tahun lalu ia membangun kolam ikan di pekarangan belakang. Menelanjangi
kembali halaman depan yang telah lebih dulu rapi dengan paving. Ia ambil
beberapa hewan sebagai periharaan, sebagai kawan. Ia tanami halaman seluas 8x10
m² itu dengan sayur dan buah.
Ia
sempatkan melakoni beberapa kursus perikanan, kursus menanam, belajar
tabulampot bersama beberapa rekannya, dan berhenti bekerja di perusahaan yang
selama ini telah menyokong perekonomian keluarganya. Ia lebih memilih kembali
hidup sebagaimana cara hidup yang diterapkan kedua orangtuanya dulu, sebelum musim
wabah meruntuhkan pondasi perekonomian mereka dan membuat beberapa orang
kehilangan anggota keluarga dan para pencari nafkah.
Semua
terjadi hanya dalam kurun waktu setengah tahun. Sedang dampaknya membunuh
secara bertahap hingga di awal tahun berikutnya. Tak banyak yang bisa selamat
dari musim wabah yang tanpa diduga sampai di tengah-tengah mereka.
Pikbest |
***
Ia
berjalan di antara pot-pot sawi dan tomat. Halamannya tampak lebih sempit memanjang,
menyerupai lorong dengan pot-pot berisi sayur di sisi kanan dan kiri. Tapi kemudian
lorong itu makin panjang, membentuk labirin dengan sekat tak beraturan. Ia menduga
bukan lagi labirin, melainkan hutan yang semakin lebat sampai sinar matahari
tak bisa menembus kedalamannya. Ia masih berjalan dan beberapa bentar kemudian
sampai di kolam ikan pertama, peninggalan bapak dan ibunya.
Kenapa
jadi luas begini?
Ini
telaga, Ro. Suara asing yang terlampau kecil,
terdengar samar-samar.
Kau
bicara denganku, cupang?
Tentu.
Bukankah kita sering mengulang ini sampai larut malam?
Tolong
jelaskan semua ini, aku tidak mengerti.
Naiklah
dulu, nanti sambil jalan aku jelaskan, Ro. Kita masih punya banyak waktu
bercerita.
Perempuan
53 tahun itu naik ke perahu kecil yang sudah sedia di samping tubuhnya yang
bungkuk. Ia dayung ke tengah telaga mengikuti ekor ikan yang sesekali mengepak
memecah hening. Cupang biru itu mengajaknya ke ujung lain telaga, berhenti di
depan pintu rumah kontrakan yang ia tinggali semasa muda, semasa musim wabah.
Ikan itu membantunya mengingat kembali, bagaimana pemilik kontrakan jatuh sakit dan tiba-tiba bunuh diri karena dinyatakan positif terkena wabah. Pilihan hidup setelah perenungan, tak ingin menyusahkan dua anak gadis yang juga tengah dalam kesulitan. Lalu disusul para tetangga dan orang-orang penghuni kontrakan. Semua gejala yang hampir sama, kejang dan sesak napas hingga akhirnya tak bisa lagi mengambil napas sebelum sampai di rumah sakit.
Bulan
ketiga kau dan beberapa orang terpaksa meninggalkan kontrakan ini, Ro.
Aku
ingat dibawa oleh tenaga medis ke rumah sakit rujukan.
Selama
masa isolasi ia mendengar kabar kematian beruntun dari para penghuni kontrakan.
Satu persatu mati lemas dan hanya empat yang sanggup bertahan sampai akhir,
dari total 16 orang, termasuk dua anak pemilik yang masih harus menjalani
karantina mandiri.
Ia
berpikir akan segera menyusul karib-karibnya, sebab mengira kondisinya semakin
memburuk. Tapi di tengah kekalutan itu, ia ingat ikan cupang yang ia pelihara
di kontrakan. Ia tinggalkan begitu saja sebelum sempat memberinya makan atau
mengganti air di aquarium.
Kau
masih hidup setelah sekian lama?
Tak
ada yang memberi makan ikan cupang biru itu selama beberapa minggu. Terlebih setelah
ia dinyatakan harus tinggal lebih lama di rumahsakit karena berbagai alasan dan
pertimbangan.
Ia
pasrah. Tidak mengapa baginya jika masa-masa itu adalah waktu terbaik bagi
Tuhan mengabulkan cita-cita mati mudanya. Ia sendiri telah berkabar pada
keluarga, bapak ibunya perihal segala ketidakmungkinan dan kesangsian pada
perawatan yang ia dapat dan jalani.
elsetget.cat |
***
Sementara
total kematian makin tidak masuk akal, setiap hari bertambah hingga hampir 500
angka kematian. Ruang isolasi yang awalnya ditempati maksimal hanya 2 orang,
menjadi 6 smapai 10 orang seklaigus, membuat penyebaran virus makin tak
terkendali. Ia sendiri hampir-hampir mengalami semua gejala dan tingkat
kesembuhan hanya berkisar 5-10%.
Ini
adalah waktu yang cukup lama dan kemungkinan bertahan yang sangat mustahil. Sampai
di awal bulan berikutnya, ia mulai menerima suntikan vaksin, ujicoba pada
pasien yang sanggup bertahan lebih dari tiga minggu masa isolasi. Beberapa menunjukkan
resistensi, tapi tidak tubuhnya. Di malam kedua panasnya jadi makin tinggi,
membuatnya kesulitan bernapas, tersengal-sengal.
Tapi
paginya, ia merasai tubuhnya lebih ringan, napasnya lebih teratur meski belum
sepenuhnya. Hari berganti hari dan akhirnya ia sanggup memulihkan diri. Ia pulih
total setelah dua kali vaksin disuntikkan pada tubuhnya. Tapi tak banyak yang
seberuntung nasibnya waktu itu.
Sekembaliku
ke kontrakan, aku tak mendapatimu atau aquarium kecilku.
Mungkin
seseorang membuangnya. Tiga hari setelah kepergianmu aku kelaparan hebat. Aku lihat
tubuhku mulai membusuk. Mungkin itu yang membuat seseorang membuang serta
aquariummu.
Kau
mati? Lalu ada di mana kita sekarang?
Perawat
itu akhirnya menemukan ia lelap tampak lelap di samping kolam ikan, setelah
mencari hampir di seluruh sudut rumah. Ia hampir menghubungi pihak berwajib,
melaporkan kehilangan, tapi buru-buru mengurungkan niat lalu pergi ke
pekarangan belakang.
Setelah
beberapa kali mengerahkan upaya membangunkan dengan sangat hati-hati, perempuan
itu akhirnya terduduk lesu. Melihat sekitar dan mengingat-ingat bagaimana ia
bisa sampai di kolam belakang.
Apa
aku mengigau lagi?
Maaf
aku lupa mengunci pintu dari luar…! []
0 Comments