Bukankah itu yang kau sebut angus?
Benar.
Seorang perempuan dari kelas bawah yang
telah menikah akan bercengkrama dengan angus di detik-detik ketika ia
membuka mata, setiap hari.
Tidak semua perempuan seperti itu.
Lalu mertua mereka akan membuatnya berjalan
seperti cerita yang sudah lalu.
Di desa-desa dan ketika mereka bukan
dari golongan bangsawan.
PNGEgg |
//
Sandiwara itu dimulai pada pagi
kesekian
Ibu mertua membanting piring di
tempat cucian
Setelah mencicip lodeh yang
dianggapnya terlalu pedas
Orangtua itu tidak suka pedas?
Sangat suka dan jadi segera membenci
semua yang diketahui mantunya
Membenci cabai dan merica, membenci
masakan-masakan buatan mantunya
Itu inti dari ketidaksukaannya pada
rasa-rasa
//
Sandiwara rumah tak cukup di dapur
Disaksikan mesin cuci dan sumur tua
yang dipasang katrol timba
Mereka mengerek tiap pagi dan
mencuci lagi semua baju-baju mertua
Semua baju bapak dan kakak adik dari
suaminya
…
Lalu baju-baju dan popok dan gedong
anak-anaknya
Tapi tak ada bocah di rumah itu yang
ditimang dan dibelikan mainan
Bocah dari rahim mantu bercengkrama
dengan pasir dan angus membersamai biungnya
Bagaimana sang suami membela
perempuan yang dinikahinya?
Mereka tak ada cinta dan empati
sebagai manusia
//
Sandiwara rumah berlanjut di depan irik,
ruang tamu dan perkakas dan almari keluarga
Rak sepatu bocahnya diasongkan sebab
memenuhi rumah
Maharnya diminta diam-diam sebab
mertua kehabisan stok perhiasan
Mantu tak bisa bertemu rekan dan
sanak dan pulang
Sebab lebam samar-samar menyembul
hilang
//
Sandiwara rumah di tahun kesekian
Tak ada yang bisa disentuh lagi
selain tubuhnya sendiri
Oh ada, perabot dapur yang mesti
dicuci tiap-tiap sore dan pagi
Sedang bocah mulai berani meradang
Telinganya merah dan marah
Nanarnya pekat padam
//
Sandiwara rumah bersekutu nasib
Nasib buruk dan baik dan hidup yang
melulu lebur pada ketidakpastian
Ibu mantu bertemu mertua dan anak
lelakinya yang tak berlaku baik ke bocahnya
Suami mengambil bocah membawa lari
dan melenyapkannya
Bocah melenyapkan bapak dan saling
meratap pada detik-detik yang menampar napas
//
Sandiwara rumah di masa pengasingan
Mertua menandai ketelanjangannya,
kemalangannya, kemiskinannya
Mertua memasung mantunya di depan
pekuburan suami dan bocah tunggalnya
Ibu mantu bersujud-sujud mengiba diri,
mengais ampun, meminta anak kembali
Dan orang-orang mengantre gambar dan
cerita
//
Sandiwara rumah di masa pembaringan
Cerita perempuan dan pantat kuali
yang dipaksa bunuh diri
Mengakhiri persinggungan dengan
mertua dan kekalahan
Ia menutup sendiri percakapannya
dengan angus dan pasung kaki
Menenggelamkan diri
///
0 Comments