Jalan Sunyi Kim Al Ghozali
aku berjalan ke arah gelap di sudut puisimu
saat orang-orang bicara terang-terangan
soal cinta dan rindu.
bait demi bait kusisir,
bagai menitih sepeda di jembatan gantung.
namun, tak sebaitpun rampung.
aku mabuk! ingin lagi dan lagi!
ketagihan diksi yang kau tuang ke kepala ini
yang kau tanam dari mata Umbu Landu Paranggi.
jalan yang sunyi yang kau pilih membuatku gila
membuatku tak sadar sedang mengais benda
pada susunan kata.
langit menjauh, lambaian senyum menjauh
maut mendekat, ramai tak lagi pekat.
Pulosari, 2020
Harian SIB |
Dua Bulan Lagi
dua bulan lagi, kita akan tahu
bahwa kelopak mawar di rumahmu
akan gugur lantang satu demi satu
dengan tenang, menimpa senyummu.
dua bulan lagi, kita akan paham
apa yang bersembunyi di balik malam
mencatat air mata yang hampir hilang
dan mengurai semburat pendar rembulan.
dua bulan lagi, kita akan mengerti
mengapa cinta selalu di ambang luka
mengubah perasaan dalam seketika
merakit debu menjadi wajahmu yang purnama.
Pulosari, 2020
Renungan
Malam
Malam
ini, Alvrida.
aku
ingin bersepi-sepi dari angin dan hujan.
agar
bayang wajahmu tampak jelas
pada
warna cermin gelap yang cemas.
menata
keping demi keping senyum
yang
sejak dulu terpecah beberapa bagian
menjadi
ingatan yang disebut kenangan.
Pulosari,
2020
Dirundung Sepi
:O,
daun-daun kering gugur di pelataran
menimpa
batu kotor yang tak kunjung disapu
hari ini, kawanku
kita takkan pernah temukan lagi
rintik-rintik cahaya dan semburat warna
dari tubuh rembulan yang merona
gelap dan terang telah sampai pada luka
tempat cinta selalu dianggap dusta
letak ranjang rindu selalu punya cara
menanak rasa di balik tungku duka lara
:Angin
berhembus mengusap ubun rumah
membangunkan
beberapa sayap di dalam kamar
sementara itu, kawanku
di tanah ini, kita hanya bisa menatap aroma
hujan
seolah air mata ibu terangkat dari sela perbukitan
menyongsong sesak pada dada bumi yang lapang
dan mengubur harapan ke dasar daging dan tulang
adakah sedikit gurauan untuk jiwa
perihal makin mencekamnya udara?
:Pohon
kelapa mulai melambaikan senyum
mengiring
segala doa yang terapal kepada-Nya
Kini, di sini, di atas sepi yang menjajah negri
nyanyian ombak membungkus nyeri
meniti setiap sendi fajar sampai senja
tanpa ada nada dari kawanan tawa-canda
mari kita rentangkan telapak tangan
menjemput pendar demi keramaian
dan kicau burung bertengger di dahan
kembali menghias ruang ingatan
Pulosari, 2020
Doa
Ibu
doa
ibu merayap di kulitku
menyusuri
butiran debu dan bau keringat
di
siang itu. ia membaca basah pada tubuhku,
menyanyikan
lagu kasih sayang,
pada
rerumputan sepanjang jalan pulang.
panas
terik matahari terus mendera bumi,
menghantar
separuh ingatan, tentang dekap
sayap-sayapnya,
saat aku terbaring di atas ranjang.
tentang
pelayaran cita-cita yang tak pernah selesai,
dan
tentang pagi yang tak pernah sanggup
menangkap
cahaya bulan yang semakip redup.
doa
ibu membalut harapan di kepalaku,
menahan
semua yang membuatku ragu.
Pulosari, 2020
RM Maulana Khoerun
Lahir di Siremeng, Pulosari, Pemalang. Menulis Puisi dan Cerpen.
Puisi-puisinya juga terkumpul dalam antologi bersama; Goresan Luka(2020), Kenangan(2020), Palestina di Hati(2020), dan Sajak Untuk Indonesia(2020).
Bisa disapa via IG: rm_maulanakhoerun ; Fb: RM Maulana Khoerun
0 Comments