Penjaja Buku
“Selamat hari buku, hari ini buku yang saya jajakan gratis!”
Wahai Paman, Bibi, Bapak, Ibu, Adik buku hari ini gratis
Perut yang menuntut balas pada kalian
akhirnya tak mendemo uang buku karena buku hari ini gratis
Buku apa pun akan kalian temukan
tak akan terlewatkan
Mulai dari merias wajah yang kusam
untuk menjadi muda sampai cara mencari uang di negeri sendiri
atau kalian ingin menghibur diri?
membaca cerita tentang Ramayana dan Sinta untuk kau impikan
dalam tidur malam?
Tokoh mana yang kau sukai? Puntadewa, sang sulung para
pandhawa
Werkudara dengan kutang antakusuma-nya
Arjuna, pandawa yang memiliki wajah rupawan atau si kembar
Nakula-Sadewa?
Gatutkaca pahlawan dari Pringggondani?
Atau ingin baca puisi sejenak sambil ngopi di teras rumah
sendiri?
Hari ini buku gratis meski tiada yang menawar
Lelaki setengah tua itu, iya aku sendiri duduk di bantaran
sungai
barangkali ikan-ikan akan mendengar serenade yang aku
bunyikan
atau tertarik mengambil buku dalam keranjang.
Hari ini buku gratis rupanya burung camar yang bertengger
di ranting pohon jayanti itu hendak mengambilnya
Ikan-ikan bergerumbul di bawah kakiku yang mulai tua
menyisakan kulit yang tak lagi muda
Rupanya hari ini bukuku laris semua, di bantaran sungai bawah
jembatan kota
Tak lama lagi anak-anak muda dengan baju compang-camping
berlarian
“Pak aku mau baca! Haruskah aku membelinya dengan daun
kelor?”
“Hari ini buku gratis kalian ambil semaunya saja!”
Para emak datang,
”Cepat cari uang saja, apa urusannya dengan lembarang usang
itu. Tinggalkan saja!” katanya.
Hari ini buku gratis, kenapa kalian tak mencoba?
Seorang anak memilih diam, duduk bersama di atas batu
“Apa kabar sekolah hari ini, Pak?”
Sekolah hari ini di dalam gedung yang mewah nan nyaman
Dilengkapi perpustakaan sejuta buku baru
Sampai berdebu mereka tetap baru
tak pernah kusut dan layu
“Apakah kau sekolah?”
Menjajakan nyanyian dengan ukulele menjadi sekolahku
bersama kawanan di atas rumah bambu itu
Sekolahku dibangun dalam ukulele dan jejak kaki yang tak
kenal waktu
mengais kehidupan dalam buku meski hanya sobekan kertas tak
bermutu
Sudikah kau memberiku satu? Jangankan satu
semua akan kuberikan padamu
bernyanyilah dan jangan lupakan kebahagiaanmu
karena engkau akan lekas menemukan jendela dunia baru
Sampai jumpa anak muda, nasibku ada dalam dirimu!
Malang, 27 Juli 2020
Popbela.com |
Aku Sudah Terlalu Tua
Aku sudah terlalu tua untuk mendengar
remuk redamnya alam. Meluapnya air sungai ke dalam rumah perlindungan. Aku
sudah renta untuk memikul beban, tak sanggup lagi kutopang. Mereka terlalu
berani menjamah dataran dan lautanku hingga tak ada lagi yang tersisa, raib.
Tangisanku, tak ada yang mendengar. Jangankan rintihan, pun jeritan tak
digubris. Aku renta dan sudah tua, waktunya kembali ke negeri asal. Aku tak
bisa lagi berbicara dengan jelas. Apalagi berjalan tegak dengan gagah, memberikan
pelajaran bagi para pemberontak dan begal. Aku telah tua renta, tak bisa
diandalkan. Tulang-tulangku remuk, seperti kayu dimakan rayap, hancur.
Beterbangan bersama angin topan. Darahku membusuk, tak lagi segar. Penuh luka
dan cacat, butuh waktu lama untuk dipulihkan. Aku sakit parah, tiada yang
peduli. Memang aku terlalu tua, tak lagi muda. Lebih baik aku mati saja, dan
mereka, pastinya ikut mati juga.
(2020)
Penjaja Kaleng Kosong
Sekujur perjalanan dipenuhi rumor tentang seorang anak kecil
penjaja kaleng di teras kota
Tertatih lemah sembari memegang kaleng kecil dan bermain ukulele
“Aku anak sehat tubuhku kuat.”
Tapi keadaannya lemah
jalannya sempoyongan
Perut kosongnya segera saja menuntut balas, haknya
menyanyikan luka yang tersayat
Orang-orang iba dan memasukkan gopek mereka dalam kaleng
“Nasibmu sedang tak bagus, jangan menyanyi itu!” katanya.
Anak itu pergi, hilang entah ke mana
Tahu-tahu mobil polisi, mengangkutnya.
Malang, 24 Juli 2020
Penyair atau Bukan
Penyair bukan penyair apa salahnya membuat syair?
Malam telah membuatku mabuk dengan gemerlapnya
Memasukkan kepada lembah isyq penguasa-Nya
Pertemuan abadi yang tak akan terhapus dari masa
Ketika tengadah tangan menimang doa
Awan hadir sebagai saksi
Pepohonan melambai mengisyaratkan genderang doa mengguncang
alamnya
Angin mengabarkan tiada kisah terindah selain bersimpuh
bersimbah peluh di atas sajadah bersama kedamaian
Wahai malam, janganlah beranjak dan menjelang fajar!
Karena damai ingin bersetubuh dengan petang
Apakah rindu masih bisa ditambatkan atau hanya akan terperam
dalam samudera kepedihan?
Tuhan, jika ajal masihlah panjang inginku bersimpuh lebih
lama bersama angin dan hujan.
Malam, janganlah risau dengan serenade yang kubunyikan
kerana kaulah pusara segala nyanyian
Tiada nada seindah malam ini yang menyeruakkan kesejukan
Wahai malam, jika pagi
telah menjemput pulang. Elaklah!
Dedaunan yang berguguran mampir ke jendela ruang
Kubaca bait demi bait pinta dalam kesunyian
Lampu telah tinglur dengan kegelapan, gulita petang
Namun derasnya hujan dalam raga tetap merembes dalam
alur kehidupan.
Jombang, 29 Juli 2020
Ibadah Hari Ini Diliburkan Katanya
Hari ini ibadah di masjid libur dulu
sementara mendekam di dalam rumah untuk bersama sanak
keluarga
Masjid-masjid sepi, terkunci
Syukur nya, aku tak kehilangan akal
Kubuat rumah masjid kecil bersama Ibu
tarawih pun tak masalah
di dalam rumah
Toh meski dulu tanah pedesaan kami sama
rumah dan masjid berawal dari hutan belantara
Konon katanya, masjidku berdiri di atas pemakaman para korban
penjajahan
Miris mendengarnya
bukan aku benci
hanya jangan sampai terulang kembali
menindas persatuan negeri kami.
(2020)
Ummi Ulfatus SyahriyahManusia biasa yang sedang mencari rumah peraduan.Menulis yang perlu ditulis di LPM DIMeNSI. Puisi-puisinya menyebar dalam berbagai buku antologi.
0 Comments