Bungkaman
Aku menginjak semut
ibunya marah
kakeknya menendang tumitku
bibinya memaki habis
saudara-saudaranya mengolok, menggunjingku separoh mati
Kuselangkangi daun-daun jati
dahannya berawal tegang
batangnya meringsuk
akarnya berlarian
buah bunganya tak sudi mengembang
Kuinjak-injak para kecoa yang mengerumuni sisa berakku
aku digerayangi
disodomi sendiri
tapi tak ada satu manusia peduli
aku tergeletak mati sendiri
masih saja manusia enggan menanyai
bagaimana jika semua manusia tidak perlu saling peduli, lagi?
Bambu-bambu kering
Aku menyesap setiap hari
potongan bambu dan ranting muda
dan aku tinggal di dipan-dipan bersekat
ranting tinggal sepahan ampas
bambu segar menguning kerontang
Gelap jadi terang
Terang berasap
Aku memilin daun-daun setiap hari
memamah dan menelan pelan
dan aku tinggal diantara kawat-kawat bertegangan tinggi
di mana ada barisan besi-besi, gembok, dan kunci
awalnya mahoni, jati, lalu sawit
tinggi menuju rendah, gelap lalu terang
terang berasap
Aku membuang kotoran setiap pagi
pada sekubang lumpur atau jamban kecil
dan aku jatuh hati pada jamban
lalu terperosok dan mengejang
aku ditusuk, dibalut, dibopong, lalu dipasung
PNGEgg |
Laki-laki Baru…?
Perempuan muda menegurku
berulang dengan wajah merah padam
menyuding-nyudingku
jari tengah tak lupa ia sampaikan
anjing, jangkrik, dan bajing ia
lemparkan pula
salah apa binatang-binatang itu?
Seorang lelaki paruh baya mendatangiku
berbisik lirih di telinga kiri
“Lacur…”
lalu pergi
tangannya menyenggol bokongku
Satu jam berlalu
terik matahari menyentuh kulit ari
butir-butir keringat mapan di kening
dan ketiakku
sepasang mata memata-matai
makin lekat menyingkapkan sekat
Ia pakaikan tudung
membalut lengan
menyembunyikan tubuhku dalam balut
kemeja biru
“Kau jangan kepanasan,”
lalu hening
ia lenyap sekelebat mata dari pandangan
15 Januari
#GerakBersama #JanganTundaLagi #SahkanRUUPKS
0 Comments