Kawan, aku pernah mengalami apa yang (mungkin) sedang kamu atau
saudara perempuanmu atau teman dan orang di sekitarmu alami. Apa itu?
dilecehkan, baik secara verbal maupun fisik. Tapi jika kamu masih
menimbang-nimbang pelecehan apa yang kumaksudkan, mari kita diskusikan di sini.
Pelecehan
yang kubahas ini sesuai dengan definisi yang kuambil dari Komnas Perempuan. Bahwa
pelecehan seksual adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan seksual,
bisa fisik dan non-fisik yang menyasar organ seksual atau seksualitas kita.
Bentuknya
sangat beragam, bahkan seringnya tanpa disadari kita telah mengalaminya
berkali-kali. Apa saja? Mendapat siulan di jalan, mendapat lirikan atau
pandangan yang membuat kita tidak nyaman bahkan terancam, disentuh atau dicolek
pada bagian tubuh kita?
Apa
kita sudah mulai sepakat tentang apa yang kumaksudkan pelecehan di sini? Pun ketika
mendapat pesan bernada seksual sampai gambar atau video yang bernuansa seksual,
kita sedang dilecehkan, lo. Tapi bagaimana kalau itu hanya bercanda? Dari teman
sendiri?
Apa
pun bentuknya dan dari siapa pun itu, bukankah namanya tetap pelecehan? Kenapa kita
bisa menganggap itu sekadar bercanda jika yang melakukannya teman sendiri?
Oiya,
tandanya kita menormalisasi bentuk-bentuk pelecehan itu karena sudah membudaya
di dalam lingkungan pertemanan kita, begitu? Apa dampaknya jika itu terus
dilakukan pada diri kita? Apakah pertemanan kita benar-benar sehat? Apakah martabatmu
sebagai manusia akan tetap baik-baik saja? Tidak.
Kawanku,
ketika kita telah mendapat pengetahuan tentang apa-apa yang berkaitan dengan
pelecehan, tapi kita diam saja, kita justru akan menambah daftar panjang
perempuan-perempuan yang mendapat perlakuan serupa. Aku, contohnya.
Aku
pernah mendapat beberapa bentuk pelecehan. Ketika aku diam, pelecehan itu berlanjut
pada jenis kekerasan seksual yang lain, dalam bentuk yang lebih mengerikan dan
mengancam keberadaanku sebagai perempuan. Aku sangat rugi tapi bisaku hanya
menyesalinya. Aku menyesal telah mendiamkan dan menganggap wajar pelecehan yang
dilakukan padaku.
Kemudian
aku belajar, sesungguhnya saat itu aku punya banyak cara untuk ‘bicara’ tanpa
bicara. Pertama, menuliskannya. Kedua, mengumpulkan bukti-bukti
pesan, gambar, dan rekaman-rekaman yang begitu melecehkan martabatku sebagai
perempuan. Ketiga, meninggalkan relasi toksik itu. Keempat, tegas
untuk tidak berlemah lembut pada setiap colekan yang mendarat ke tubuhku. Kelima,
memberi peringatan pada diri sendiri untuk tidak tunduk, menyelamatkan diri
sendiri.
Setelah
aku bisa bicara, aku akan bicara atas nama kemanusiaanku sebagai perempuan. Aku
memang telat. Tapi aku ingin kamu, kawan-kawanku, belajar dari kesalahanku.
Sebab ada lebih banyak cara untuk ‘bicara’ sebelum bicara. []
#GerakBersama
#JanganTundaLagi #SahkanRUUPKS
0 Comments