Puisi-puisi Ardhi Ridwansyah

 

MERANGGAS JIGONG

 

Bebauan itu menguat

kala ia bicara tentang anak-anak

yang akan sekolah dengan tenang

sedang ayah dan ibu, coba meramu hidup

dari adonan gigih dan tekad yang diaduk

harap jadi kuil kesejahteraan.

 

Aroma menyengat lahir dari jas-jas rapi

yang gagah perkasa dengan dasi

coba tawarkan solusi

dari rahim ilusi.

 

Berbasa-basi sudah biasa

injak asa yang bergumul di benak

kala masa terus bertambah, ia berkerak

bak jigong di sela gigi, ia berkarang.

 

Pangku tangan di meja usang

tunggu hari terang benderang

namun geram ajak raga keluar sarang

ranggaskan jigong berkarang

dengan juang dari sekarang!

 

Jakarta, 2020

 

 

 

PASCADRAMA

 

Layar turun, drama usai

riuh tepuk tangan hilir mudik

lampu-lampu tertawa selepas

peluh dibayar keluh yang datang

memasung sang raga.

 

Kecamuk di sudut mata

caci maki saling sikut sana-sini

persis alunan musik pasca tubuh

berperan sebagai putri atau kurcaci.

 

Separuh jiwanya pergi

seperti debu yang hinggap di dada kelabu

malam terasa mencekam

dengan sayatan sinar rembulan yang getir

jebloskan diri ke jurang kepalsuan.

 

Jakarta, 2020

 

 

TRAGEDI DAN PERINGATAN

 

Air masuk ke tulang-tulang kapal

menerkam hingga tenggelam

dan aku bersama sekoci

terombang-ambing bersama bimbang.

 

Lautan meronta lapar, ingin melahapku

ia kerahkan sang ombak trengginas

menubrukkan badannya ke tubuh sekoci rapuh.

 

Panik pecah dan jerit adalah teman setia menaungi gundah

sirna pelita, segenap gulita menghanyutkan

dan angin ganas melempar ke permukaan gigil

di mana mataku gelap seutuhnya, sisakan nama

untuk hari peringatan.

 

Jakarta, 2020

 

Unsplash.com

ASAP DAN HUJAN DI HALTE BUS

 

Puntung yang kubakar

dengan gelora api menari di ujungnya

menyapa rinai yang malu  

bersua asap menggeliat nakal.

 

O, akalku yang binal!

datang mendobrak jiwaku yang asyik

memanggil memori yang lama pergi

ketika kubelai rambutmu di tengah hujan

di halte bus yang lapang. Kurindu senyuman itu!

 

Isap pelan-pelan dan embuskan  

kian kerdil sang bara, namun hujan

datang garang pecah kesunyian

menyeret raga untuk merasa

bahwa sesal memang ada dan ia,

tidur di mataku yang hening.  

 

Jakarta, 2020

 

 

 

PINTUMU

 

"Pelan-pelan!"

katamu seraya bulan sabit

jatuh di antara mekar bibirmu

berlumur mawar.

 

"Kunciku akan menjamah,

ke pintu yang kerap kau tutup."

satu kancing terbuka

bernapas lega

dan segala ruang yang sepi

kini sesak bayang-bayang liar;

 

Tatapan menerka penjuru arah

dari jendela, bantal, dan bohlam

semua tertawa lantam.

 

Yang akan membuka pintumu

rasuki naik turun perbukitan,

lewati ombak galak dengan biduk

yang maju mundur.

 

Semata untuk mendaki puncak sana

puas rengkuh tubuh, dan peluh

adalah hasrat yang mengincar

jiwa dengan bidik senapan cinta.

 

Siap tebar teror sekujur raga

dengan peluru rasa yang menembus hati

ciptakan asa hingga

desah nadi binasa.

 

Jakarta, 2020


PENULIS

Ardhi Ridwansyah. Kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998. Penulis Lelaki yang Bersetubuh dengan Malam (buku puisi). Esai dan puisinya juga telah dimuat di berbagai media online. Bisa disapa via ardhi81@gmail.com / IG: @ardhigidaw / Fb: Ardhi Ridwansyah


Post a Comment

1 Comments