Adakah topik yang lebih menarik untuk kita bicarakan malam
ini, selain tentang kematian? Kukira tidak, Koes. Bagimu mungkin ada banyak
bahan cerita, tapi menurutku semua itu menjadi omong kosong yang sukar selesai.
Yaa! Ada alasan penting yang membuatku lebih suka
membicarakan kematian daripada pekerjaan, hobi dan teman dekat atau kekasih
baru. Bukan karena aku sedang tak memiliki semua itu, tapi sebab maut lebih
nyata dari semua itu.
Begini, kau tahu sendiri bahwa maut membersamaimu,
sejak detik berganti menit ke jam sampai tahun-tahun dan segenap kehidupanmu. Tapi
sekali saja, maut tak pernah kau bicarakan bahkan saat dengan dirimu sendiri.
kau abai saja padanya, seakan ia dank au tak akan pernah saling bertaut.
Tunggu, Koes. Bukankah sebelumnya sudah kukatakan
dengan jelas bahwa maut yang membawamu pada Tuhan adalah yang paling dekat
denganmu? Bagaimana mungkin kalian tak saling bertaut? Bagaimana mungkin kau
mengabaikannya tak menyapanya?
Padahal ia mengikuti setiap langkah dan aliran
darahmu. Maut mewujud apa-apa yang kau tidak akan pernah sangka. Ia bisa saja
sewaktu-waktu memberi sumbatan kecil pada pembulu darahmu atau sekaligus
menghentikan detak jantungmu.
Kau bisa merasai cinta buta, sebab ada berahi dan
hasrat keutuhan yang fana. Tapi kau tak bisa, bahkan hanya membaca raut mautmu
dalam wujud yang paling tidak utuh sekalipun. Meski Sang Esa memberimu
kesempatan, tetap saja tanda itu tak terbaca.
Semua lebih suka melihat ujung jalan gelap dan
mengawang-awang capaian, masa depan. Hingga kau dan akan semakin banyak lagi
yang tak peduli pada mautnya sendiri. Begitu, akhirnya manusia mengenal ragam sesal,
sebab lupa cara merenungkan kematian. []
Tulungagung, 11 Maret 2021
0 Comments