Suatu
Hari Di Sepanjang Tepi Pantai
Di sepanjang pantai Lasiana
ada bahasa tubuh
terbaca oleh saya sore itu:
senyummu memang pendek untuk
bahagiamu. Tetapi tentu saja cukup
panjang buat sedihku.
masih adakah aku di matamu
bila kemiskinan jadi bagian nafasku?
(Kupang, 2021)
Selain
Diriku
Apakah
meraih kemenangan seperti sinar rembulan
berhasil
merentang, menikuk, merambat
ke
daun jendela yang tertampar angin?
kau lihat tanda tanya itu:
ruang yang memisahkan naluri dan
hasratku
aku masih di sana sambil mendelik mengancam
tubuhku sendiri
dan kau yang datang tiba-tiba
janganlah menghapus bait doa-doaku
dengan tingkahmu yang lebam dan picik
sebab kemenanganku untuk mati dengan-Nya
tak bisa kau ciptakan
selain diriku
selain diriku.
(Kupang,
2020)
Sinagoga
‘
Deru
angin di petang yang gigil
meniup rindu di lapang dadamu
rebah, melewati sepanjang gunung dan
bukit, laut dan sungai
tertambat dan jatuh di suci altar ini
seumpama bangku-bangku kosong
rindumu
kelak akan jadi bangkai
lalu lapuk di makan rayap
hanya tubuhmu yang abadi
di kerasnya darat
pun di sinagoga yang gigil ini
yang sekarat
lalu lalang doa-doaku
(Kupang,
2020)
Abu
:maryam
Kau adalah abu
yang tumbuh dalam
tubuh sajaknya
berhari, bermusim, kau menerbangkan
hatimu
bersama bayang-bayang malam
ke arah masa depan yang belum pasti
suatu waktu kau
membakar tubuhmu sendiri
dalam gelap malam
sehangus apa tubuhmu?
kemudian menjadi abu
menumbuh duka dan pilu
di tubuh sajaknya
yang dikoyak-koyak tangis
entah sampai kapan
(Kupang,
2021)
__Penulis__
0 Comments