Mei
Bagi yang Asing
Barangkali
aku yang asing itu
bayangan
yang diharapkan tidak kembali
kesepian
yang dihindari
memutar
kenangan
lewat
radio lawas, 96,8 fm dan Nc kesayanganmu
barangkali
aku ‘asing saja belum’
di
gawai: peta yang gagal kau baca
situs
online tanpa pengunjung
panggung
permainan yang kosong
O,
ya.
saluran
itu sudah lama mengganti lagu-lagu
kenangan
jadi hits paling hits
tapi
aku tetap saja bukan
segelintir
yang ingin kau dengar
kalau
ada di ujung kakimu, kisik duri mari kangen
mungkin,
itu aku.
23 Mei 2021
Tepi
Pantai Bulan Juni
: Kepada aku yang tidak bisa berbohong
Koes, kemarin aku duduk di sebuah balok kayu yang
kusut dan pucat. Bersandingan sandal yang ditinggal pasangannya berenang-renang
di tengah olakan. Mungkin sengaja putus. Tapi ia menolak sendiri, sebab disanding
botol-botol air mineral yang tanpa alasan ditinggal pemiliknya. Tapi, apa lagi
kalau bukan karena kosong, tidak penuh? Sama seperti plastik-plastik sisa jajan
500-an, bungkus kopi aneka merek dari tahun 2000-an. Aku khusnudzon mereka lupa
dibawa pulang oleh anak-anak muda yang berkemah tempo hari.
Tapi masih untung, kau menemaniku. Lewat kacamata
murahan yang membantuku mengenali rupamu dengan segala bentuk dan aroma. Kau tahu?
Ini adalah waktu paling mustajab untuk menyesali apa-apa yang jadi sebab
kebodohanku. Ini mungkin jadi kanal reflektif yang bisa membawaku pada tanggung
jawab dan tanggung jawab dan tanggung jawab yang harus kuselesaikan. Kemudian bisa
mencintaimu dalam tenang. Yaa, dalam tenang yang paling diam.
Karenamu, aku bisa berterimakasih pada diriku sendiri
yang telah berhasil membawa tubuhku kembali ke rumah, utuh. Rumah yang penuh
dengan biru laut dan bukit pasir hitam. Terima kasih juga, Koes, karena telah membantuku
menemukan alasan, kenapa aku harus menangis. Setidaknya aku tahu, aku masih
bisa menangis untuk 3003, mata yang memejam. “Tangan itu lagi. Kali ketiga. Bibir
itu lagi. Kali kesekian. Tapi kali pertama bagiku memandangnya lekat. Ketika telapak
tangan itu mendarat di ubun-ubun, aku mengikatnya.”
Kau telah membawaku kembali
ke
tempat yang paling ingin pulang
hening
dan sembunyi
rumah
paling ramai yang membuat kesepianku raib
ini
adalah debur paling kacau tapi kurindukan
dentuman,
kerisik dan biru dan buih-buihnya yang buru-buru
menyentak
kaki dan menyadarkan siapa saja dari lamunan
rasanya
ingin tinggal lebih lama dari sebelumnya
benar-benar
sendiri tanpa kesepian
kau
membawaku kembali
aku
menemukanmu
ketika
hanya debur demi debur
riak-riak
yang membawa jari kakimu basah
pasir
pantai yang hangat dan sekilatan matahari seperti ingin tenggelam
dan
tubuhku pulang ke palung paling dalam
tapi,
terkendala waktu.
13
Juni 2021
0 Comments