Bourdieu merupakan seorang pemikir dan
teoritisi kenamaan Prancis. Ia adalah sosiolog sekaligus antropolog yang
memiliki fokus pada kajian integrasi antara individu dan masyarakat, agen dan
struktur (Adib, 2012). Dalam mengembangkan dasar teorinya, Bourdieu ingin mencoba
keluar dari ruang perdebatan subjektivisme-objektivisme atau
strukturalis-fenomenologi, yang dianggapnya sebagai oposisi palsu (false
opposition), oposisi yang absurd. Ia ingin keluar dari kebiasaan ‘harus
memilih salah satu’ antara dua hal yang dianggap pakem tersebut.
Menurutnya, keberadaan agen dan
struktur tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, selalu ada dialektika
antar keduanya (Krisdinanto, 2014). Jadi dalam proses integrasi antara agen dan struktur,
Bourdieu benar-benar teliti sehingga tidak memisahkan perhatiannya terhadap
struktur dan pengalaman subjektif yang dialami oleh agen.
Bourdieu menyebut salah satu teorinya
dengan Strukturalisme Genetis atau Strukturalisme Konstruktivis, untuk memahami
realitas sosial secara lebih memadai. Teori ini mengandaikan adanya pertautan dan
hubungan saling silang antara agen dengan struktur.
Bourdieu berupaya memusatkan perhatiannya pada wilayah ‘praktik’, di mana praktik ini merupakan hasil dialektika antar dua unsur tadi. Dari sebuah praktik, kita tahu bahwa apa yang terjadi tidak selalu berasal dari kehendak bebas individu, tapi juga tidak sepenuhnya ditentukan oleh struktur secara objektif. Adapun untuk mempermudah pemahaman kita mengenai hubungan dialektik tersebut, Bourdieu membahasnya lebih jauh dalam sebuah konsep yang ia beri istilah ‘habitus’, ‘arena/ranah’ dan ‘modal’ (Arismunandar, 2009).
dialektika |
Bourdieu memaknai habitusnya bukan
sekadar kebiasaan, tapi sistem kognitif yang memiliki potensi untuk memengaruhi
tindakan individu maupun kelompok dan membangun praktik-praktik kehidupan sosial.
Hal yang perlu ditekankan dari adanya konsep habitus adalah sifatnya yang tidak
tetap dan bisa berubah.
Konsep kedua adalah ranah atau arena,
merupakan ruang atau sebentuk lingkungan yang sifatnya otonom dan bisa menjadi
tempat bagi para agen untuk menempati berbagai posisi. Kemudian yang ketiga
adalah modal atau yang biasanya juga disebut kapital. Modal di sini oleh
Bourdieu dijelaskan sebagai energi atau kekuatan yang dimiliki oleh agen untuk
memperkuat posisi. Kita diperkenalkan dengan beberapa jenis modal, seperti
modal sosial, ekonomi, budaya, dan modal simbolik.
Adanya integrasi dari ketiga konsep yang
ditawarkan Bourdieu tersebut berhasil melahirkan apa yang disebut sebagai
praktik sosial, di mana dalam sebuah praktik sosial, seseorang atau agen hanya
bisa hidup secara proporsional pada sebuah arena, apabila memiliki habitus yang
sama dengan yang lain dan memiliki modal tertentu –kita tentu mahfum bahwa
setiap praktik sosial tidak bisa dilepaskan dari kapital (Esha, 2007).
Dengan demikian, adanya praktik sosial
juga merupakan sebentuk praktik peneguhan dominasi, yang bisa digunakan secara
terus menerus untuk memproduksi atau mereproduksi pengetahuan, yang tentunya
tidak pernah bebas nilai. Instrumen-instrumen pengetahuan yang dibawa agen dan
lewat struktur sosial yang terus direproduksi tersebut adalah wujud dari proses
terbentuknya relasi dominasi (Musarrofa, 2019).
Pada akhirnya ketika menggunakan
rangkaian konsep yang ditawarkan Bourdieu dalam melihat realitas sosial, kita seperti
akan terus melihat bagaimana individu bertarung melawan kelas-kelas sosial dan
bagaimana kita melawan dominasi. []
0 Comments