Memang sebelumnya kita apa?
Pertanyaan singkat
itu sedikit mengganggu. Namun, pertanyaanmu berhasil membuat jari-jariku
kehilangan kendali untuk menulis sesuatu.
Perkenalkan, aku sahabat
barumu. Kalau kau tanya sebelumnya kita ini apa, mungkin kita hanya dua orang
yang saling mengenal karena berada pada ruang diskusi yang sama, senior dan
junior, mungkin? Tapi karena tidak ada istilah senior-junior dalam kamusku,
jadi yaa, kita adalah rekan.
Sebelumnya, aku
merasa beruntung, menjadi bagian kecil yang kau percaya. Aku beruntung bisa menjadi
satu dari sekian orang yang mendengarkanmu, melalui tulisan. Aku beruntung bisa
memiliki teman baru sepertimu. Mungkin, Tuhan memang sengaja memberikan beberapa
lembar kosong untuk kita isi dengan saling bertukar cerita tentang luka
masing-masing.
IDN TImes |
Seperti yang
kukatakan dalam pesanku.
Aku hanya percaya,
setiap orang memiliki satu titik untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Menerima
kekalahan, menyadari kesalahan, menemukan kebaikan dalam dirinya, kebermanfaatan
dan tujuan hidupnya, merasai kecewa, marah, sedih, bingung, senang, lega, dan
menerima itu semua dengan lapang. Tetapi tak kupungkiri, memang tidak semua
orang bisa mencapai atau menemukan titik itu.
Ada yang tidak
butuh waktu lama tapi ada juga yang butuh banyak waktu sampai kehabisan waktu. Ya,
kuharap sembari mencari itu, kita tetap bisa berjalan, tetap peduli dengan diri
sendiri, seberapa pun kita merasa buruk. Kita harus tetap hidup, setidaknya
untuk menghargai napas yang kita punya dan menghargai orang-orang yang
menyayangi kita.
Aku mungkin belum
pernah ada di posisimu, merasai apa-apa yang kau kalutkan. Namun, aku percaya
kau dan aku bisa melalui persoalan demi persoalan, melalui jalan demi jalan dan
menuju jalan lain yang lebih terang. Pelan saja. Membiarkan tuntuan demi
tuntutan selesai dengan perlahan.
Oh, tentang
kepekaan. Kadang kita terlampau peka sehingga merasa segala sesuatu yang
terjadi pada orang lain adalah ulah kita. Kadang, hal-hal buruk yang menimpa
orang lain justru menciptakan luka dan nganga yang lebih lebar bagi diri kita. Meski
sesungguhnya apa-apa yang terjadi, tidak berkaitan dengan kita.
Kuakui, meyakinkan
diri sendiri bahwa kita bukan penyebab kekalutan orang lain, bukan sesuatu yang
mudah. Buktinya, tidak hanya kau. Pun aku kerap ada di posisi yang sama. Kita sama-sama
sering nongol di antara dua sejoli. Kita juga kerap hadir di saat-saat
rentan, ketika bom waktu meledak seolah-olah kita yang menyalakannya. Seakan-akan
kita adalah biang kerenggangan, biang kegagalan, biang kerusakan dan luka. Tapi,
apakah benar-benar kita?
Kover Magazine |
Hei, teman baru. Aku
yakin kita hanya butuh waktu untuk menyadari bahwa tidak semua kesengsaraan
orang lain adalah ulah kita. Sedikit waktu untuk memahami kenyataan bahwa kita
manusia biasa yang ditakdirkan mengetahui dan melihat jiwa-jiwa yang luka,
tersisih, sakit, dan mungkin juga kalah.
Sebagai manusia
biasa, kita tidak hadir untuk selalu membahagiakan semua orang. Kau juga pasti
tahu itu sesuatu yang hanya memiliki kemungkinan sepersekian persen. Kita hanya
harus jujur kepada diri sendiri, belajar memahami kebutuhan personal dan
memenuhi hak tubuh untuk menentukan apa-apa yang baik bagi diri sendiri. Menyadari
bahwa tiap-tiap manusia memiliki hidupnya sendiri-sendiri.
Jadi, mari kita
belajar dan terus mengupaya. Aku tidak tahu sampai kapan kita bisa bernapas dan
bisa saling bertukar cerita. Maka, selagi bisa, ijinkan aku menuliskan sedikit
cerita-cerita kita di sini. Setidaknya, ada sesuatu yang menandai pertemanan
kita, menandai bahwa kita pernah saling bertukar cerita. Menandai bahwa kita sadar
penuh sebagai manusia biasa.
Terima kasih telah
bersedia menjadi sahabat baruku. Semoga kita bisa pulih dari remuk
masing-masing, dari keadaan yang tidak utuh. []
Tulungagung, 05-06
Oktober 2021.
1 Comments
Iyaa, fii? Gimana?
ReplyDelete