Jurgen Habermas adalah satu tokoh
terkemuka yang berasal dari Jerman. Ia membidangi banyak sekali kajian ilmu,
seperti filsafat, sosial, kebudayaan dan politik. Dari banyaknya kajian
tersebut, perjuangan Habermas yang tidak bisa dilewatkan yakni mengenai potensi
komunikasi manusia yang kemudian disebutnya sebagai praksis komunikatif atau
tindakan komunikatif. Habermas menegaskan bahwa masyarakat itu komunikatif,
sehingga dalam proses berkehidupan yang terdiri dari kepribadian, masyarakat
dan kebudayaan hanya dapat dirasionalisasi lewat adanya tindakan komunikatif (Sudrajat, t.t.).
Secara definitif, tindakan komunikatif
sendiri bisa dipahami sebagai sebuah tindakan interaktif yang dipengaruhi oleh
aturan tertentu, menghasilkan kesepakatan bersama, berupa pemenuhan tujuan dan
pemahaman yang sifatnya timbal balik dari masing-masing anggota atau partisipan
komunikasi (A., 2013). Lewat definisi tersebut, tolok ukur
keberhasilan dari tindakan komunikatif tidak mungkin bisa dipenuhi atau
tercapai, jika ada anggota komunikasi yang gagal memahami atau setidaknya
menginterpretasi tujuan dari dilakukannya tindakan komunikatif tersebut.
Adapun dalam memahami teori tindakan
komunikatif Habermas, ada empat klaim
yang mesti kita ketahui. Pertama, klaim kebenaran. Klaim ini
berkaitan dengan kesepakatan anggota komunikasi berkaitan dengan apa yang
dianggap alamiah dan objektif. Kedua, ketepatan. Klaim ini berkaitan
dengan nilai dan norma sosial yang disepakati. Ketiga, kejujuran atau
autentisitas. Klaim ini merujuk pada kesesuaian isi, ekspresi seseorang dengan
dunia batiniyahnya. Keempat, komprehensibilitas. Klaim ini berhubungan
dengan kemampuan seseorang menjelaskan apa-apa yang diutarakan sehingga bisa
mencapai kesepakatan bersama. Keempat klaim ini juga disebut sebagai kompetensi
komunikasi, yang mana harus mampu dicapai oleh seseorang yang melakukan praktik
komunikasi (Setyowati, 2016).
Selain adanya kompetensi, dalam
tindakan komunitifnya, Habermas juga mensyaratkan beberapa aspek yang kemudian
menjadi situasi yang ideal dalam sebuah proses komunikasi. Syarat itu antara
lain, masing-masing peserta atau anggota komunikasi memiliki peluang yang sama
dalam menyampaikan argumentasi dan kritik. Tidak boleh ada perbedaan kekuasaan
pada masing-masing partisipan dan semua anggota komunikasi tersebut harus
menyampaikan gagasannya secara tulus, sehingga mustahil terjadi manipulasi. Hanya
dengan syarat-syarat ini, keyakinan rasional dari tindakan komunikatif dapat
tercapai. Hal ini sekaligus sebagai langkah menghindari adanya distorsi dan
miss-interpretasi dalam sebuah proses komunikasi (Nuris, 2016). []
0 Comments