Persis di tanggal ini, lima tahun yang lalu aku katakan
untuk tidak menikah. Apakah sampai saat ini pernyataan itu masih berlaku? Iya. Aku
masih tidak ingin menikah. Tetapi bukan berarti aku tidak butuh laki-laki untuk
kucintai dan mencintaiku.
Aku sangat ingin dicintai sepenuh diri, sepenuh rasa. Bukan
sekadar tidur bersama.
Terlepas dari prinsip yang tidak berubah, kukira
memang ada yang keliru dari cara pandangku yang lain, mungkin. Selain itu, jika
ada sikap dan tindakanku yang tidak banyak berubah atau tidak membuatku menjadi
lebih baik, bukankah artinya, hidupku terlalu nyaman? Aku tidak beranjak!
Dengan tidak beranjak, bukankah ada indikasi bahwa aku
malas? Tanda bahwa aku menghendaki diriku menjadi bodoh, lagi? Aku sudah jarang
membaca, tidak memiliki semangat untuk bekerja. Pun menulis, menjadi semakin
tidak berbobot, semakin tidak penting, semakin jarang menulis, semakin malas. Bukankah
tandanya aku berjalan di atas kebodohan?
Kadang aku ingat, hidup terlalu singkat untuk sekadar
bermain game dan menunda-nunda sesuatu. Tetapi tidak banyak yang berubah dari hadirnya
kesadaran itu. Esoknya, aku tetap sebagai perempuan yang malas menjalani
hari-hari. Rasanya, tidak banyak harapan yang bisa diwujudkan. Sering kalah? Mungkin
itu satu dari sekian alasan yang bisa kugunakan.
Aku lagi-lagi kehilangan kata-kata
enggan menulis
aku enggan berpikir
enggan ikut merasai luka-luka itu, lagi
enggan
menangis.
aku melarikan diri terlalu jauh
tidak sudi mendaku diri dis-orientasi
hanya enggan kembali
ingin segera pergi
melepas
semua topeng dan kerah baju-baju
yang
selama ini menutupi tubuh
aku ingin tenggelam di kedalaman sendiri
sunyi dan pulang tanpa harus melepas atau memapas
apa-apa
toh,
mereka tak akan kehilangan
aku tidak punya harapan yang lebih-lebih
cukup bahagia?
kembali merasa dicintai, dihargai sebagai manusia
perempuan yang tidak bisa apa-apa
setelah ini?
aku tak punya hak apa-apa
semua telah kuambil sebagai anak, sebagai gadis menuju
dewasa
sebagai
kekasih, sebagai teman dan rekan
yang
hampir-hampir hanya membikin keruh
sebagai
manusia
setelah ini?
hanya mau pergi, benar-benar pergi
meski tak yakin
apakah
kota yang bakal disinggahi akan sehening
seperti
dalam awangan?
Koes, aku mencintaimu
tapi
tak bisa tinggal
rasanya
terlalu sakit saja, di sini.
Aku bukan si perempuan yang menunggu waktu kepulangan.
Mungkin aku hanya menunggu menjadi bodoh kembali. Jika aku tidak
menghendakinya, seharusnya aku beranjak lebih cepat. Lebih baik mencabik-cabik
bekas luka. Meski gigil dalam upaya tegak, setidaknya aku merasai daya, enggan
luruh pada lemahku. []
Tulungagung, di sela 07 Oktober menuju 29 Desember
2021.
0 Comments