Koes, hari ini 28.
Aku menyukai angka ini lebih
dari sekadar pernah dilahirkan di tanggal yang sama. Setiap 28 memberiku
beberapa pengalaman sekaligus kekuatan, rasa bersalah dan kemenangan, juga
kehilangan. Kau percaya pada angka keramat? Aku tidak percaya, tetapi aku
selalu suka bertemu dengan 28, di mana pun, kapan pun.
Koes.
Hari ini, beberapa tahun lalu,
aku mengenal seorang perempuan yang membuatku memilih untuk hidup lebih lama.
Virginia Woolf. Penulis yang fotonya sedang nampang di profilku. Dia sumber
segala tulisan setelah berhasil membuatku menumbangkan keinginan mati muda.
Aku tidak lagi suka pikiran
bunuh diri, meski Virginia sendiri mengakhiri hidup dengan menenggelamkan
dirinya. Tapi ia berhasil abadi, dengan hentakan, pikiran, dan
tulisan-tulisannya. Ia berhasil melawan kemelut di kepalanya dan hidup sampai
usia 59 tahun. Ia sakit, tapi bagiku lebih kuat dari Gie dan Chairil.
Ia mengajariku untuk
berkompromi atas beberapa hal dalam hidup. Bahwa kita tidak bisa mendapatkan
ketenangan karena menghindar dari kehidupan. Seperti yang pernah kau bilang,
kita mesti terus berjalan, menghadapi apa-apa yang ada di depan. Sebab kita tak
bisa terus lari.
Dia juga membuatku sadar bahwa
tiap-tiap kita punya lebih dari satu dunia di dalam pikiran masing-masing. Kita
bisa menjadi apa saja, menyelami ruang demi ruang dan mencintai sampai akhir
dengan ragam cara. Bahwa seorang pesakitan pun perlu diberi ruang untuk
memanusiakan dirinya.
Aku tidak harus menjelma siapa pun ketika mencintaimu, begitu juga sebaliknya.
Hari ini, aku hanya ingin
berbagi dua wajah yang kalut, yang ria. Aku hanya ingin berbagi cerita tentang
betapa aku memuja mendiang Virginia lebih dari apapun. Aku ingin membagi
kenanganku, Koes. Aku mengenang kematiannya hari ini, 28 Maret 1941, di mana
dia memilih sungai Ouse sebagai tempat melarung diri.
Ia meninggalkan sepucuk surat
untuk suaminya, ia meninggalkan catatan-catatan kematian yang indah dan patut
dikenang. Ia membuatku belajar untuk menjalani setiap hari dengan hentakan yang
riuh, entah dalam sedih - senang.
Ia bicara lebih lantang soal
kemanusiaan, dan bagaimana seharusnya kita memanusiakan diri sendiri.
Ia membuatku belajar melihat
tubuh-tubuh yang meski sengkarut tapi bisa memberikan asupan amunisi untuk
sekelilingnya. Mungkin, Leonard adalah kau di masa ini. Yaa, aku selalu bisa
melihatmu di situ. Kau mungkin jadi tubuh tanpa jeda, kau bisa menguasai
beberapa situasi yang terlampau sulit kupelajari.
Tapi kau adalah kau, Koes. Aku
tidak bisa membandingkanmu dengan siapa pun. Virginia mungkin jadi alasanku
ingin hidup lebih lama, tapi kau adalah alasanku tetap tinggal. Virginia
mungkin bisa menjadi alasanku untuk terus menulis, tetapi kau adalah alasanku menyelesaikannya.
Kau, adalah akhir sekaligus awal. Kau, tujuan.
Oh, jadi sejak kapan aku mulai
mencintaimu? Mungkin lebih lama dari yang bisa kau perkirakan. 😬
Betapa pun aneh rasanya
mengucapkan ini, tapi terima kasih, Koes.
Terima kasih telah menjadi
alasan dan tujuan.
Terima kasih telah sudi
menerima tubuhku dan aku.
Kucatat, kali ini ada kau yang
menemaniku terjaga di 28 Maret.
Aku mungkin terlalu beruntung,
bisa menjadi kekasihmu di masa ini.
Semoga semesta membersamai kita
lebih lama, untuk waktu-waktu lain.
Waktu yang cukup bagi
cerita-cerita kita, yang sengkarut dan menyenangkan.
Aku mencintaimu, Koes.
Tulungagung, 28 Maret 2022
Rukmini
0 Comments