Di Kota Purwokerto
Di jalanan Kota Purwokerto aku termenung
Ingin rasanya aku menempuh sepanjang jalan kenang yang
telah murung
Kau seolah singgah kembali dalam hikayat
Oh, betapa remuknya duniaku bagaikan tertimpa kiamat
Terpaan silih berganti menggoncang hati yang masih labil
Alhasil hatiku mulai goyah dan tak stabil
Pusat kota riuh dalam percakapan yang tak usai
Utara selatan timur barat saling berselisih tak kunjung
lerai
Rasa ini siapa yang mencipta dan menjaga
Walhasil kita terjerat dalam selubung dilema
Oh, apakah ini yang dinamakan karma?
Kemana kita akan melangkah selanjutnya?
Elegi atau romansa yang kita cerna
Raga dan hati diam seribu bahasa
Tetapi, rasa berbicara dalam bahasa kita
Oh, inikah yang dinamakan cinta?
(2022)
Pixabay |
Perihal Cinta
Apakah cinta tersedia di
swalayan dan pasar tradisional terdekat?
Jika produksi cinta sedang tak stabil,
apakah harganya akan menjulang tinggi?
Apakah masyarakat kecil akan
mendapat cinta yang bersubsidi
dari pemerintah?
Berapa kali masyarakat menengah
ke bawah menyantap cinta dalam sehari
semalam?
Apakah cinta dapat mengobati
kaum yang terpapar rindu?
Adakah yang lebih khidmat
dan tulus dari cinta seorang ibu?
Di planet mana lagi cinta bersemayam?
Bisakah kau bertahan hidup
tanpa mengonsumsi cinta?
(2022)
Di Pagi yang Dini
Sinar sinar cinta menuntunmu
di pagi yang dini agar kau tak kesasar
di rimba belukar.
Meski pagi terkadang berkabut, hatimu tak saling bertaut
berpacu dalam ragu dan kalut, hingga mengundang maut
namun mentalmu enggan menciut.
Jalanan masih basah, menerka validasi hubungan yang tak
kunjung
absah. Semua pasangan mendambakan sah, walau terkadang
itu hanya sekadar mimpi yang sirna musnah.
Sebagian embun mengering di dedaunan, sebagian
lagi luruh sebagai kenangan.
Aku masih mencoba mencerna pagi
saat kau yang aku sayangi tiba-tiba
pamit pergi.
(2022)
Sebelum Sekolah
Sebelum berangkat sekolah,
Ibu memasak doa-doanya di
dapur, menanaknya hingga matang.
Setelah itu, dihidangkan di meja makan.
Disantap keluarga kecilnya agar kuat
menjalani hari yang kian edan.
Ibu juga menyisakannya di rantang-rantang kecil
untuk bekal putra-putrinya selama di sekolah dan
suaminya yang bekerja di kantor.
Doa ibu memperlancar daya ingat anak dalam menimba ilmu
Doa ibu dapat membuka pintu-pintu rezeki keluarga
Lantas dapatkah doa ibu bekerja
pada anak yang
durhaka?
(2022)
Anak Sunyi dan Pujangga
Malam telah melahirkan anak sunyi
Matanya berlinang jernih serupa air hujan
Rambutnya menjulur mencakar bumi dan
meresap
tangis-tangis yang rinai di bumi
Tangisnya menggema dalam bahasa sepi.
Setelah beranjak dewasa, sunyi sering bermain
ke rumah seorang pujangga yang sedang
termenung di teras rumahnya pasca hujan reda.
“Hei Sunyi, dapatkah kau memberiku sedikit kedamaian?” pinta Pujangga
“Hai Pujangga, dapatkah kau menulis sebait puisi?” balas Sunyi.
Tak lama berselang hujan puisipun rintik
Kata-kata berdenting di atas genting
Melahirkan bunyi-bunyi yang mendamaikan
Sang Pujangga.
(2022)
Tata Cara Menjadi Pujangga
Pertama, mengonsumsi puisi
minimal tiga kali dalam sehari.
Kedua, berolahrasa secara teratur.
Ketiga, rajin mengonsumsi buku-buku
yang bernutrisi.
Keempat, jika tak kunjung mempan,
hubungi pujangga terdekat.
(2022)
Cita-Cita
Di zaman yang semakin runyam,
cita-cita makin bervariasi.
Ada anak yang bercita-cita menjadi bulan,
ia ingin menerangi muda-mudi yang kasmaran
Ada anak yang bercita-cita menjadi ayam,
ia ingin berkokok membangunkan muda-mudi yang lalai
menunaikan ibadah.
Ada anak yang bercita-cita menjadi kopi,
Ia ingin setiap pagi diseduh dengan hangat air mata
cinta.
Ada anak yang bercita-cita menjadi jumat,
ia ingin diapeli para pemuda yang saleh dan
rajin salat.
Ada anak yang banyak bercita-cita dan banyak bicara,
lantas mau jadi apa mereka?
(2022)
PENULIS
Yanuar Abdillah Setiadi. Purbalingga, 2001. Santri di Pondok Pesantren Modern El-Furqon Purwokerto.. Bisa disapa via IG: @yanuarabdillahsetiadi, FB: Yanuar Abidillah Setiadi. |
1 Comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete