Hari ini aku merayakan pertambahan usia, lagi. 26 tahun lalu, seorang perempuan yang kupanggil ibu dengan susah payah memperjuangkan kelahiranku ke bumi Tuhan, dengan banyak darah. Mau tidak mau, ia harus kehilangan banyak darah karena persalinan yang cukup sulit, dibantu seorang dukun. Harusnya di usia saat itu, ibu memang sudah tidak mengandung lagi. Tapi Gusti memberikan kehidupan baru di rahim ibu, sehingga akulah yang ditakdirkan menjadi ragilnya. Ragil yang membuat abah sering menangis dan nebah dada, yang membersamai masa-masa sepuh mereka di rumah.
Selamat Ulang Tahun, aku.
Ini jadi kali pertama kita jauh
dari rumah di hari kelahiran. Biasanya, menjelang peringatan kelahiran kita
akan demam sehari penuh dan mengharuskan orang rumah merawat tubuh ringkih kita
sampai sembuh. Hari berikutnya, baru kita akan merayakan 28 Juni dengan
kesepian, kadang dengan beberapa orang teman dekat, dengan debur laut, atau
meringkuk di depan televisi.
Tapi kali ini kita benar-benar
jauh dari rumah. Agenda yang kita ikuti pun cukup mendadak. Kau, seperti biasa.
Tidak bisa berkata tidak untuk setiap ajakan, anjuran, dan
pertanyaan-pertanyaan yang datang kepadamu dalam rangka apapun. Akhirnya kita
benar-benar harus berangkat ke Depok, meninggalkan perayaan yang penuh kesepian
dan hening, sebagaimana yang sempat kau bayangkan sebelumnya.
28 Juni 2022, 01.45 WIB kau
sampai di stasiun Jatinegara dengan selamat. Beberapa orang kawan baru telah
menunggumu untuk bergabung dan bersama-sama menuju Wisma Makara UI, tempat yang
disediakan oleh panitia penyelenggara workshop. Satu hal yang selalu kita
syukuri adalah bisa berproses di GUSDURian Tulungagung. Kau, anak baru yang
ingin mati muda, tetiba punya tambahan alasan untuk menunda mati. Ya, Gusti
telah memberimu tempat untuk belajar lebih banyak, bukan terus menerus berusaha
membalas kesalahan orang lain, tetapi belajar untuk membuka telingamu dan
mendengar ulang, memahami ulang, menyadari setiap hal. Kita selalu beruntung, diberi
waktu untuk hadir utuh dan sadar penuh.
Soul Empyrean |
Tentang
Aku dan Koes
“Selamat ulang tahun, kesayangan.
Semoga apa yang diinginkan segera tercapai. Umurmu semakin berkurang. Jadi
nikmati apa yang ingin kamu nikmati. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan.” Pesan
Koesno.
Rasanya ingin menangis tiap kali
ingat kalau saat ini aku sedang bersama orang yang sangat baik, sabar, dan
bonusnya, ia adalah orang yang membuatku jatuh cinta setiap hari. Aku tidak
tahu bagaimana menuliskan perasaanku sekarang. Koes memberiku kesadaran bahwa mencintainya
tidak boleh sampai membuatku kehilangan diriku sendiri. Kehadirannya tidak akan
menggantikan apapun dalam kedirianku, selain menambah rasa syukur dan bahagia
karena bisa membersamainya.
Aku merasa utuh hanya karena
mencintainya. Hal yang selalu kubayangkan ketika Koesno sebatas imajinasi
panjang, yang tidak kutemukan pada orang-orang sebelumnya. Aku selalu
kehilangan Koesno ketika memiliki kekasih atau menyukai seorang laki-laki. Tapi
denganmu, aku mulai menemukan Koes yang aku cari. Meski tak bisa menjamin sejauh
mana kita akan menjalani kesalingan ini, meski kau dan aku sama-sama tidak
tahu, sampai kapan Gusti memberi waktu.
Koes, aku hanya bisa
berterimakasih untuk setiap kebaikan yang kau berikan, atas luang dan kasih sayang,
atas momen-momen istimewa, dan atas kehadiranmu. Meskipun persoalan-persoalan
datang seperti drama yang tidak sudi selesai. Denganmu, aku tidak harus menjadi
orang lain. Setidaknya aku tetap bisa menertawakan diriku sendiri, yang kadang
putus asa tapi punya banyak ambisi. Ternyata begini rasanya beranjak dewasa,
punya banyak rasa takut tapi ingin tetap hidup dan memiliki harapan demi
harapan baru.
Sekali lagi, aku tidak tahu
sampai batas mana kita bisa berjalan bersama-sama. Mungkin di depan, ada
beberapa cabang jalan yang mengharuskan kita memilih dan pisah. Segala sesuatu
bisa terjadi di hari esok. Segala sesuatu bisa membuat kita mengambil keputusan
lain, kesepakatan lain. Tetapi hari ini, aku sangat bahagia bisa merayakan pertambahan
usia denganmu, pada jarak delapan ratus sekian kilometer, aku masih sangat
mencintaimu. Terima kasih, Koes.
dokumen pribadi |
Harapan
Si Kupu-kupu Biru
Benar, ternyata aku masih punya
harapan dan cita-cita. Orang-orang baik di sekelilingku memberi banyak sekali
amunisi untuk bisa meraih harapan dan cita itu. Aku memang kehilangan beberapa
orang dalam hidup, tapi aku sadar penuh bahwa setiap orang bisa datang dan
pergi dalam hidup ini. Aku akan kehilangan satu demi satu orang terdekat,
keluarga jauh, teman, kekasih, rekan, dan banyak orang lagi. Kesepian itu nyata
dan kita bisa menikmatinya.
Aku hanya butir pasir kecil di
bumi Tuhan, manusia biasa dengan hidup yang biasa-biasa saja. Aku istimewa bagi
diriku sendiri dan bagi orang-orang yang menganggapku demikian. Bukan yang paling
penting, bukan yang paling istimewa, bukan yang paling unik, bukan yang paling-paling
lainnya. Aku cukup sebagai manusia biasa.
Bagiku, menyadari kedirian yang
biasa-biasa saja adalah proses yang luar biasa. Aku ada bersama ribuan kupu-kupu
biru lain, yang baru saja keluar dari kepompong, terbang mencari nektar dan
rehat beberapa bentar, lalu meliuk-liuk terbawa angin, sembunyi dari badai dan
jika berhasil, bisa hidup satu hari lebih lama. Aku adalah satu dari sekian miliar
kupu-kupu biru yang berharap bisa mendapatkan masa hidup lebih panjang, bisa
menemukan rumah dan makanan, serta koloni.
Seekor kupu-kupu selalu bisa
mengingatkanku bahwa masa hidup manusia juga singkat. Anggap saat ini kita sama
seperti kupu-kupu yang berhasil melalui proses hibernasinya, berhasil
mengembangkan dan mengepakkan sayap-sayapnya, usia kita tidak lebih dari 115
hari. Sedikit beruntung jika tidak ada pemangsa, jika sayap kita tidak sobek
dan patah. Hidup manusia pun demikian. Sedikit lebih beruntung karena kita
tidak perlu khawatir dimangsa, sebab kita tidak istimewa.
Pada akhirnya, aku hanya
berharap Gusti mau memberiku waktu untuk menuntaskan kerja-kerja kemanusiaan
yang baru saja kumulai. Aku ingin memberikan waktuku tidak lagi untuk diriku
sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang kehilangan, yang menanggung kalut,
menanggung beban lebih besar daripada diri ini. Apa terlalu muluk?
Baiklah, aku ingin hidup sedikit
lebih lama, agar bisa mencintai diriku sendiri, mencintai bumi-Mu, mencintai hamba-Mu,
dan melingkari tanggal-tanggal di kalender itu. Aku ingin terbang lebih tinggi
dan lebih jauh, keluar dari sudut-sudut gelap, mencari sinar matahari.
Catatan Kelahiran, 28 Juni
2022.
0 Comments