Sebetulnya
topik seperti ini selalu menjadi pembahasan yang sepertinya, akan terus diulang-ulang setiap tahunnya. Apalagi ketika masa penerimaan mahasiswa
baru dimulai. Seluruh organisasi kampus baik itu eksternal atau internal akan
berbondong-bondong mengiklankan dirinya masing-masing. Slogan yang dibawa tetaplah sama yakni, “jangan
menjadi mahasiswa kupu-kupu,
berproseslah di organisasi agar nantinya siap, ketika memasuki dunia pekerjaan.” Lantas bagaimana dengan mahasiswa yang
langsung nyambi kerja?
Saya
rasa tidak semua mahasiswa baru itu polos dan bisa dengan mudah termakan iklan tersebut. Banyak mahasiswa baru yang
tingkat literasinya tinggi, mungkin
akan merasa sedikit jijik ketika mendengar itu. Sekarang banyak sekali kegiatan
yang dapat kita ikuti jika ingin mengembangkan minat, skill, menambah
pengalaman, dan sebagainya. Bukan
berarti organisasi kampus tidak penting, ya. Semua tetaplah penting dan bagus, namun
yang ingin saya garis bawahi,
bukan hanya organisasi kampus yang menjadi satu-satunya tempat untuk mengembangkan diri.
kupu-kupu atau kura-kura - morfobiru.com |
Organisasi
memanglah tempat yang pas untuk menjadi kawah candradimuka atau tempat menggodok diri, seperti berlatih publik speaking,
manajemen acara, berdiskusi, dan lain-lain. Semua
hal tersebut bisa kita dapatkan di organisasi. Hanya saja terkadang, ada hal
yang sering kali membuat kita malas seperti lingkungan yang toxic atau
malah waktu terbuang sia-sia.
Bagaimana tidak, jam kumpul rapat yang seharusnya ontime malah molor
bahkan berjam-jam. Mungkin bagi orang yang menghargai waktu
akan berkata “enggak banget deh.”
Baca juga: Hari Santri dan Kekerasan Seksual di Pesantren
Istilah mahasiswa kura-kura sering kali dilekatkan kepada mahasiswa yang aktif berorganisasi di kampus. Kura-kura memiliki arti kuliah rapat kuliah rapat. Hal ini biasanya membawa dampak baik bagi mahasiswa itu sendiri, karena akan memiliki pengalaman berorganisasi, publik speaking, dan manajemen acara yang baik. Tapi yang harus diingat, jangan sampai kegiatan organisais tersebut menjadikan kita meninggalkan aktivitas perkuliahan. Tidak apa-apa kita aktif tapi tugas-tugas kelompok tetap dikerjakan. Jangan jadikan kesibukan di organisasi sebagai salah satu alasan untuk lepas tanggung jawab atas beban tugas perkuliahan. Ini alasan basi.
Di sisi lain, mahasiswa kupu-kupu dapat menjadi pilihan yang tepat jika
dilakukan dengan tepat, dan sebaliknya. Mahasiswa
kupu-kupu memiliki arti kuliah pulang kuliah kuliah
pulang. Entah pulang ke rumah,
kontrakan atau kos-kosan. Tidak masalah jika setelah kuliah
langsung pulang, siapa tahu memang ada projek yang sedang ia garap, diam-diam bekerja, atau membantu orang tua di rumah.
Hal ini baik, tetapi menjadi
tidak baik ketika kita kuliah setelah itu langsung pulang untuk menikmati masa
nganggur dengan tidak mengembangkan diri. Ini yang membunuh kita secara perlahan.
jangan menjadi mahasiswa kupu-kupu, berproseslah di organisasi agar nantinya siap, ketika memasuki dunia pekerjaan.
Pertarungan
antara stigma mahasiswa kura-kura
atau mahasiswa yang aktif organisasi itu lebih baik daripada mahasiswa yang
biasa saja atau kupu-kupu
memang dapat menjadi tontonan yang mempunyai nilai keseruan tersendiri di
kampus. Apalagi melihat sebagian mahasiswa yang seringkali bertengkar, saling
nilai menilai perihal perbedaan lambang organisasi. Akibat dari keramaian
tersebut mungkin tidak sedikit mahasiswa yang nyeletuk, “weslah dadi mahasiswa kupu kupu ae,” ini ada benarnya.
Sebenarnya
hal yang penting bagi kita, selaku mahasiswa adalah dengan menjalankan tridarma
perguruan tinggi, yakni
pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian masyarakat. Jadi saya rasa
tidak perlu kita bertarung label mana
yang baik, mana yang buruk, organisasi mana yang baik, mana buruk. Semua sama baiknya tergantung kecocokan diri
kita dan bagaimana kita menyikapi. Jangan-jangan kita sampai lupa akan pesan-pesan, rintihan, dan aspirasi masyarakat karena terlalu fokus
mengurusi keributan di dalam kampus sendiri? Waduh jangan sampai.
Masa
perkuliahan memanglah cukup singkat, sekitar empat tahun. Jangan sampai masa-masa emas ini kita gunakan untuk mengurusi hal-hal sepele, seperti perihal mahasiswa kupu-kupulah, mahasiswa kura-kuralah, atau malah mahasiswa kumbang sekalian
(kuliah tumbang). Pilihan untuk menjadi mahasiswa kupu-kupu atau kura-kura berada di tangan kita. Semua hal tersebut
adalah baik jika kita lakukan dengan sebaik mungkin. Tentunya risiko dan
tantangan akan selalu kita hadapi karena itu merupakan keniscayaan dari sebuah
perjuangan, untuk menjadikan diri semakin berkembang dan
menjadi lebih baik lagi.
Selain itu, kita juga dapat mengikuti seperti halnya magang, kegiatan volunteer, atau freelance bagi mahasiswa yang mungkin tidak terlalu minat dalam dunia organisasi kampus. Namun sekali lagi, pilihan sekarang ada di tangan kita. Apapun langkah yang kita ambil, berarti kita juga telah mengambil segala tantangan yang di kemudian hari kemungkinan akan kita hadapi.[]
Mohammad Akip Imam M. Mahasiswa IAIN Kediri. Bisa disapa via IG: @mhmdakib_ / e-mail: akipimam21@gmail.com |
0 Comments