Morfo
Biru – Sudah baca
buku ‘Perempuan Berbicara Kretek’ karya Abmi Handayani? Atau novel berjudul ‘Gadis
Kretek’ karya Ratih Kumala? Sekadar info, dua buku tersebut sangat perlu
dibaca.
Tulisan kali
ini memang tidak akan membahas review dari kedua buku tersebut. Saya hanya
ingin membahas hal yang lebih general terkait perempuan dan kretek itu sendiri.
Ada apa
dengan perempuan dan kretek? Teman-teman pasti sudah bisa menebaknya. Ini terkait
dengan stigma yang selalu muncul ketika perempuan bersanding dengan kretek.
Hal yang
selalu terjadi secara berulang pada perempuan-perempuan, di desa maupun kota, adalah
perkara stigmatisasi yang dilekatkan pada perempuan perokok, baik filter maupun
kretek.
Kalau merokok
dilakukan oleh laki-laki dianggap sebagai sebuah bentuk kejantanan, sementara jika
dilakukan oleh perempuan, justru kesan buruk dan nakal yang timbul. Kenapa bisa
begitu?
Sebelum itu,
jika teman-teman bertanya apa itu stigmatisasi, dan kenapa perempuan perokok
mendapat stigma, berikut penjelasannya;
Jadi, stigmatisasi
adalah proses sosial di mana seseorang atau sekelompok orang diidentifikasi
atau dicap negatif sebagai kelompok yang terpinggirkan, berbeda, atau dianggap
tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada.
Dalam
konteks perempuan dan kretek, stigma bisa muncul karena adanya sejumlah
pandangan negatif terhadap perempuan yang merokok.
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan stigma ini muncul, salah satunya norma sosial yang
mengaitkan rokok dengan perilaku tidak layak bagi perempuan, seperti kurang
feminin atau tidak sehat.
Selain itu,
perempuan yang merokok sering kali dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi dalam
menjaga penampilan mereka, dan merokok dianggap bisa merusak penampilan.
Hal-hal
tersebut mendorong stigma terhadap perempuan perokok, yang sering dianggap tidak
terawatt, tidak sopan, bahkan dianggap bukan sebagai perempuan.
Penting
untuk diingat, bahwa stigmatisasi bersifat tidak adil dan tidak seharusnya
digunakan untuk menilai perempuan yang merokok. Sebab faktanya, merokok adalah
pilihan individu yang sah.
kretek Indonesia - Good News from Indonesia
Sejarah
Panjang Perempuan dan Kretek Di Indonesia
Kalau teman-teman
sedia kilas balik ke masa lalu, ada sejarah panjang perempuan dan kretek di
Indonesi, yang mencerminkan adanya dinamika budaya dan sosial.
Kretek, yang
merupakan rokok dengan campuran tembakau dan cengkeh, memiliki akar yang sakral
di Indonesia dan telah menjadi bagian integral dari budaya merokok di negara
ini.
Pada
awalnya, kretek dibuat oleh perempuan-perempuan Jawa. Mereka menggiling
tembakau dan cengkeh untuk mengisi rokok. Seiring berjalannya waktu, produksi
kretek pun menjadi industri besar di Indonesia.
Nah, padahal
kretek telah lama menjadi bagian dari budaya merokok Indonesia, tapi kenapa stigma
terhadap perempuan yang merokok tetap ada?
Seperti disebutkan
di atas, ada banyak faktor dan tidak bisa dilepaskan dari norma yang digunakan
oleh masyarakat. Norma itu atas kesepakatan siapa? Belum lagi ditambah dengan
cara pandang yang maskulin.
Meskipun dihadapkan
pada rangkaian penolakan dan stigma, tidak terbantahkan bahwa perempuan di
Indonesia telah lama merokok kretek. Itu juga bagian dari kehidupan sehari-hari.
Dewasa ini,
semakin banyak perempuan yang merokok kretek di Indonesia tanpa takut akan
stigma dan banyak dari mereka merasa nyaman dengan pilihan ini.
Perempuan-perempuan
tersebut memilih untuk mengekspresikan diri mereka dengan cara yang mereka
pilih, dan sekali lagi, itu sah.
Cara
Berdamai dengan Diri Sendiri
Bagi
perempuan yang merokok dan mungkin merasa terkena stigma, penting untuk dapat
berdamai dengan diri sendiri dan merasa percaya diri dalam pilihan yang telah
kita ambil.
Cara
berdamai dengan diri sendiri bisa dimulai dengan memahami bahwa merokok adalah
pilihan pribadi dan bahwa tidak ada yang salah atau memalukan melakukannya.
Selain itu,
penting untuk mencari dukungan dari teman dan keluarga yang mendukung pilihan kita.
Sulit ya? Tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan kok.
Menjalin relasi
dengan orang-orang yang memahami dan mendukung kita, toh bisa membantu kita
merasa lebih nyaman dengan pilihan tersebut.
Terakhir,
penting untuk terus mengedukasi diri tentang risiko dan manfaat merokok. Kita bisa
membuat keputusan, seperti memilih untuk merokok dengan lebih bijak atau bahkan
berhenti jika itu yang terbaik.
Namun, hal
yang penting untuk disadari bersama, bahwa nggak cuma rokok yang punya dampak buruk
pada kesehatan kita, tetapi segala sesuatu yang berlebihan dan apa-apa yang
membuat kita abai pada kesehatan, itu yang berbahaya.
Jadi terang,
perempuan memiliki hak dalam membuat keputusan tentang merokok dan harus
dibebaskan dari stigma yang selama ini menjerat dan mengungkung kemerdekaan
kita dalam berekspresi.
Singkatnya,
perokok menghormati yang tidak merokok dan mereka yang tidak merokok juga bisa
menghormati pilihan para perokok. Terlepas apapun jenis kelaminnya, apapun
ekspresi gendernya. Begitu.[]
0 Comments