Hobi Memancing, Sebesar Apa Ini Berpengaruh pada Hidup Saya?

Perkenalkan, saya biasa dipanggil Masrum, penulis dari blog sebelah, Filosofish ID. Bukan dari Morfo Biru ini. Dulu sebenarnya saya pernah melamar menjadi salah satu kontributor di sini. Namun sayangnya, oleh Rizka Umami yang cantik pun teliti itu, ia berhasil mengetahui segunung kelemahan saya dan secara tegas menolaknya.

Baik, kita abaikan perkenalan di atas…

Saya hendak sedikit bercerita seberapa besar hobi memancing berpengaruh pada hidup saya.

Pertama-tama, apakah Anda pernah membayangkan seseorang sengaja dilahirkan untuk memancing? Belum pernah? Sini, saya kasih tahu nama lengkap saya: Roem Mancing Sejakdini.

Hobi memancing sudah direncanakan oleh orang tua saya jauh sebelum saya benar-benar lahir. Dan rencana itu nyatanya disetujui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sudah lebih dari seperempat abad usia ini, saya habiskan sekadar memancing ikan di waktu luang. Pada beberapa kasus, jika terpaksa harus menulis biografi singkat, saya jelas akan menuliskan begini: Sekadar manusia biasa yang di waktu luang memancing ikan, dan di waktu yang lebih luang menulis cerita.

Kalimat tersebut berasal dari seorang sastrawan betulan Tulungagung, yang kemudian sedikit saya modifikasi.

Hingga usia yang demikian mendekati uzur ini, belum terbesit niat untuk berganti ke hobi yang lain. Pada titik tertentu, hobi ini sudah saya jadikan pekerjaan.

Fishing - pixabay/pipsimv

Anda benar-benar ingin tahu seberapa memancing berpengaruh pada hidup saya yang biasa-biasa saja ini? Ketika anak saya yang masih kecil bertanya, kalau ditanya ayah kerja apa, saya jawab apa? Dengan tegas saya katakan kepada anak saya, jawab ayah kerjanya mancing.

Saat itu anak saya bertanya lagi, kenapa memancing ayah? Lagi-lagi saya jawab, memancing itu halal dan tidak dilarang oleh agama.

Demikian anak kecil yang masih polos, tetapi uti (mbah putri, mertua saya) melarang ayah. Sedikit kesal saya timpali dengan, uti akan sadar bahwa hobi memancing jauh lebih mulia daripada hobi judi, ayah harap uti menyadari fakta itu sebelum ia modar.

Menceburkan diri sepenuhnya pada memancing, sebenarnya saya itu enggak jago-jago amat dalam urusan itu. Saya justru sering boncos, keadaan di mana enggak dapat ikan sama sekali. Toh, saya kadung tresno, mau dapat atau tak dapat pun bukan jadi masalah berarti.

Ingin tahu lebih jauh bagaimana memancing berpengaruh pada hidup saya? Sebelum Filosofish sebagai blog mancing yang bikin, saya lebih dulu membikin blog sastra bersama sastrawan betulan Tulungagung yang kutipan di atas saya modifikasi.

Blog itu bernama Sengkarut.com, memiliki grup WhatsApp berisi sastrawan betulan yang ngeri-ngeri sedap, ada juga pemilik Morfo Biru ini di dalamnya. Sedangkan saya, hanyalah pemancing yang tersesat turut masuk ke dalam perkumpulan orang-orang hebat itu.

logo - sengkarut.com

Apalah daya, alih-alih mengunggah tulisan-tulisan sastrawi, sastrawangi, sastrameki, atau apapun itu. Saya justru hanya mampu mengunggah foto-foto hasil pancingan, info spot mancing terbaru, dan membagikan alat pancing yang jelas-jelas tidak dipahami oleh anggota yang lain.

Tidak ada yang membalas tatkala saya kirim itu ke grup WhatsApp, tentu saja… dan saya tidak masalah dengan itu.

Hobi memancing juga berpengaruh serius pada kehidupan sosial saya. Misalnya ketika ngopi bareng, orang-orang yang kasak-kusuk membicarakan orang lain. Benar-benar tak menarik perhatian saya. Lantas, saya akan meninggalkan orang-orang itu terlepas dari seberapa buruk dampaknya pada saya, termasuk dampak bahwa saya akan menjadi bahan pembicaraan super buruk setelahnya.

Alih-alih membicarakan orang lain, saya akan jauh lebih tertarik membicarakan tentang teknik mancing untuk spot ikan sulit makan. Atau pancing tegek Shimano Japan Domestic Market (JDM) yang harganya tergantung tinggi di langit itu.

Maka dari itu, hingga sekarang kehidupan sosial saya tidak memiliki banyak teman. Pada titik yang hampir putus asa, saya berpikir akan jauh lebih baik berteman dengan ikan-ikan daripada dengan manusia.

Baik, baik, sementara ini akan saya akhiri di sini…

Bukan maksud hati meninggikan dan memuliakan bahwa hobi memancing adalah yang terbaik. Tentunya kita harus memegang pedoman 3M: manjing, mancing, mangkring.

Manjing (bekerja) adalah yang utama, setelah tuntas baru melaksanakan hobi mancing, kemudian muncul lelah saatnya mangkring bersama istri sendiri yang sah.

Kiranya, hobi memancing bukan hanya berpengaruh pada kehidupan saya, tetapi juga kematian saya. Sebab, terbesit sebuah harapan setelah kehidupan saya berakhir, saya ingin memancing bersama ayah saya (yang sudah mendahului memancing di alam baka sana) dan orang-orang terkasih saya di pinggir sungai surga, sambil minum air surga, sambil juga merokok tembakau surga.

Sekian, Roem Mancing Sejakdini. Ada kurang lebihnya, harap maklumlah!


PENULIS

Masrum - Bapak anak satu yang hobi mancing

Post a Comment

0 Comments