Puisi-puisi Fathurrozi Nuril Furqon - Bagian I

Ketika Buku Wafat

Lalu 'kan kita temukan

Buku-buku jadi lembaran kosong

Serupa kota mati

Setelah kata-kata pergi

Menuju tempat bermukim baru

Bernama Google

 

Maka beberapa waktu ke depan

Kita bakal lihat buku-buku

Meregang nyawa

Mampus bersama-sama

pixabay/ajs1

Perpustakaan akan menjadi pekuburan

Yang sunyi

Yang depresi

Tanpa seorang pun peziarah di dalamnya


Sumenep, 2023

______________________________

Tentang Ajal


Sebab dari rahim tanah

Ari-ari bermula

Sebuah rindu yang tua

Mengakar sepanjang pembuluh darah


Sumenep, 2022

______________________________

Puisimu


Puisimu

Mencipta lusa

Lewat baris kata

Dengan doa

Yang denyar di dalamnya

 

Puisimu

Membangun negeri

Lewat makna

Dengan amanat

Yang pijar di dalamnya


Sumenep, 2023

______________________________

Di Masa Depan


Beberapa masa yang bakal mengetuk pintumu,

sisa dari namaku hanya sajak

dengan darah dan luka

dari tahun mampus di tubuhnya.

Ingatan yang kutanam di dalamnya

akan jadi koran usang,

memberitakan perjuangan yang belum usai.

 

Sebab terlampau banyak harapan

berserakan di halaman kepalaku

sementara ajal datang tergesa-gesa

seperti seorang kekasih

takut kehilangan mempelainya.

 

Maka, dalam sajakku

di beberapa masa yang bakal memelukmu

akan kau dapati mimpiku;

belukar yang tak habis dibabat.

 

Baca dan resapilah sajakku.

Padamu kuwariskan hutang-hutang

yang tak mampu ditunaikan napasku

padamu kuberikan jalan menuju masa depan

yang hanya jadi doa bagiku


Pamekasan, 2023

______________________________

Penyair


Penyair adalah mereka

Yang meruncingkan pena

Kemudian memulai perjuangan

Lewat baris-baris kosong

Di halaman buku.

 

Penyair adalah mereka

Yang kobar semangatnya

Menyala-nyala

Hingga tahun-tahun yang masih

zygot di rahim masa


Pamekasan, 2023

______________________________

Sungai Barito dan Rindu

Sungai Barito

Yang membelah desa kita

Serupa aliran darah dalam tubuh

Begitu kuat akari jiwa.

Kita telah lama menjadikan Kecipak ikan

Yang sesekali muncul Ke permukaan,

Juga gelak anak-anak

Bermain air

Sebagai bahasa rindu.

 

Di hening subuh

Kadangkala mata kita mencair

Dan terdengar aliran Barito

Membasahi lanskap bebatu di pipi.

Sesuatu dalam tubuh kita

Yang terus demam

Diam-diam memandangi kalender,

Bertanya; pada tanggal berapakah

Ia diperbolehkan membunuh 'tunggu'.

 

Di rantau

Barito ialah rumah

Terus memanggil

Dari balik kuyu pundakku


Semarang, 2023


PENULIS

Fathurrozi Nuril Furqon
Lahir dan hidup di Sumenep, 01 Agustus 2002. Alumnus TMI Al-Amien Prenduan 2021.
Mahasiswa UNIA yang gemar membaca, menulis, dan bermain Genshin Impact.
Bisa disapa lewat Whatsapp 081936462844; Ig @zeal0108; email: ozijenius02@gmail.com

Post a Comment

0 Comments